Laporan Hasil Riset Keamanan Digital Kelompok Rentan dan Berisiko Tinggi

Untuk mengetahui kapasitas keamanan digital kelompok rentan dan berisiko tinggi di Indonesia, SAFEnet meluncurkan laporan riset berjudul “Sudah Rentan, Kurang Waspada Pula” pada 11 November 2022 lalu. Riset dilaksanakan sebagai bagian dari upaya meningkatkan kapasitas masyarakat sipil di Indonesia.

Riset ini meggunakan tiga metode, yaitu diskusi kelompok terfokus (FGD), wawancara mendalam, dan observasi terhadap kelompok rentan dan berisiko tinggi di sepuluh kota. Ada tiga topik yang ingin dijawab dalam riset ini. Pertama, bagaimana bentuk-bentuk serangan digital terhadap kelompok rentan dan berisiko tinggi?

Kedua, sejauh mana kapasitas mereka menghadapi serangan digital? Ketiga, bagaimana strategi sangkil dan mangkus untuk meningkatkan kapasitas keamanan digital kelompok rentan dan berisiko tinggi ini? Setiap tema kemudian kami turunkan dalam pertanyaan-pertanyaan lebih detail.

Kelompok rentan dan berisiko tinggi mengacu pada kelompok yang aktif menggunakan teknologi digital, bekerja di isu-isu sensitif, dan minoritas gender ataupun keyakinan. Contohnya jurnalis, aktivis lingkungan, komunitas LGBTQ, perempuan dan anak, maupun aktivis demokrasi dan hak asasi manusia.

Akibat tingginya penggunaan teknologi digital dan sensitifnya isu yang mereka kerjakan, kelompok ini rentan menghadapi serangan digital. Semua kelompok ini telah mengalami serangan digital baik secara halus maupun kasar. Bentuk serangan kasar ini antara lain pemutusan akses Internet, pencurian laptop, penyerangan situs web, pengambilalihan aset digital, Zoom bombing, robocall, dan phishing. Adapun bentuk serangan digital secara halus yang terjadi adalah doxing, impersonasi, trolling, intimidasi, dan sekstorsi.

Terdapat karakter serangan digital khas pada masing-masing latar belakang. Pada komunitas LGBTQ, misalnya, serangan digital paling banyak berupa trolling dan doxing oleh mereka yang tidak menyukai keberadaan komunitas ini. Pelaku serangan cenderung menampilkan profil mereka secara terbuka.

Hal ini berbeda dengan serangan terhadap jurnalis dan aktivis demokrasi dan HAM yang mengalami serangan lebih banyak dalam bentuk peretasan akun media sosial, serangan DDoS, dan pengambilalihan akun pesan ringkas.

Lalu, bagaimana dengan serangan terhadap aktivis di Papua dan kelompok perempuan? Bagaiamana dampak serangan tersebut? lalu, sejauh mana kapasitas keamanan digital kelompok rentan dan berisiko tinggi ini? Laporan lebih lengkap bisa dibaca di “Sudah Rentan, Kurang Waspada Pula: Menelaah Kapasitas Keamanan Digital Kelompok Rentan dan Berisiko Tinggi di Indonesia”.