Seruan Bersama Masyarakat Sipil: Hentikan Kriminalisasi Seluruh Aktivis #SaveKarimunjawa

Kriminalisasi terhadap aktivis lingkungan #SaveKarimunjawa terus berlanjut di awal tahun ini. Setelah Daniel Frits Tangkilisan ditetapkan sebagai tersangka kasus ujaran kebencian pada tahun lalu, saat ini Hasanuddin, Datang Abdul Rohim, Sumarto Rofi’un yang juga aktivis #SaveKarimunjawa mendapatkan ancaman serupa. 

Dalam beberapa tahun terakhir, sebagian penduduk Pulau Karimunjawa, Jepara, Jawa Tengah, telah mengeluhkan dampak negatif dari pencemaran limbah tambak udang intensif ilegal di wilayah mereka. Tambak tersebut merusak lingkungan, mengganggu perekonomian, dan menyebabkan ketegangan antara pendukung dan penentang tambak.

Keberadaan tambak udang intensif ilegal ini bermula dari proyek tambak udang vaname pada 2016 yang terus berkembang. Puncaknya, pada tahun 2020-2021 terdapat 33 titik tambak. Limbah padat dan cair dari tambak tersebut dibuang ke laut, mencemari air laut dan merugikan sumber daya seperti rumput laut, kerang, kerapu, dan lobster yang dibudidayakan masyarakat setempat.

Limbah di laut Karimunjawa juga menyebabkan pertumbuhan lumut yang merugikan para nelayan tepi maupun laut dalam. Kapal-kapal mereka yang bersandar di sekitar dermaga menjadi berlumut, memaksa nelayan untuk pergi ke pulau lain demi membersihkan kapal mereka.

Alih-alih mendapatkan jawaban atas persoalannya, warga yang vokal menolak tambak udang intensif ilegal untuk menyelamatkan lingkungan dan perekonomian mereka justru mengalami kriminalisasi. 

Daniel Frits Tangkilisan menjadi martir pertama. Ia dilaporkan usai berkomentar di Facebook dengan menggunakan frasa “masyarakat otak udang”.

Pada 1 Juni 2023, Daniel ditetapkan sebagai tersangka oleh Kepolisian Resor (Polres) Jepara karena dianggap melanggar pasal ujaran kebencian dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Bahkan, ia sempat ditahan selama kurang lebih 20 jam pada 7 Desember 2023, meskipun kemudian ditangguhkan.

Setelah Daniel, pada 28 November 2023 lalu, tiga orang rekannya sesama aktivis #SaveKarimunjawa juga dilaporkan ke polisi. Hasanuddin, Datang Abdul Rochim dan Sumarto Rofi’un telah dilaporkan ke Kepolisian Daerah Jawa Tengah. Sebelumnya, mereka mengunggah video penolakan atas keberadaan tambak udang intensif ilegal di Pulau Karimunjawa.

Ketiganya dituduh melakukan tindak pidana pencemaran nama baik dan/atau ujaran kebencian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat 3 dan/atau Pasal 28 ayat 2 UU ITE dengan ancaman maksimal 6 tahun penjara.

Kami melihat kasus yang menjerat empat orang aktivis lingkungan Karimunjawa sebagai bentuk kriminalisasi untuk membungkam warga yang aktif menyuarakan keresahannya atas ancaman terhadap sumber penghidupan mereka. Daniel, Hasanuddin, Datang, dan Rofi’un merupakan aktivis yang vokal membela lingkungan hidup dan kepentingan warga Karimunjawa. 

“Ada hal yang lebih besar dari sekedar kriminalisasi terhadap empat pejuang lingkungan. Upaya pemidanaan ini berdampak pada moral warga yang menolak tambah udang intensif ilegal di wilayahnya demi memperoleh haknya atas lingkungan yang bersih dan sehat” ujar Nenden Sekar Arum, Direktur Eksekutif SAFEnet. 

“Beberapa waktu lalu, Fatia-Haris dibebaskan dari segala tuduhan pencemaran nama. Alasan pemidanaannya sama, yaitu mengekspresikan keresahan atas isu lingkungan. Putusan hakim ini harusnya menjadi acuan bagi penyidik untuk menghentikan segala upaya kriminalisasi menggunakan pasal-pasal karet UU ITE” tambahnya.

Materi-materi yang diunggah keempat aktivis itu merupakan bagian dari kebebasan berekspresi yang dijamin konstitusi dan instrumen hak asasi manusia internasional. Proses hukum yang mereka jalani juga bertentangan dengan Surat Keputusan Bersama 3 Lembaga tentang Pedoman Implementasi UU ITE. SKB yang juga ditandatangani oleh Jaksa Agung dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) itu dengan gamblang membatasi penggunaan Pasal 28 ayat 2 yang dijadikan dasar hukum pelaporan ujaran kebencian:

“Penyampaian pendapat, pernyataan tidak setuju atau tidak suka kepada individu atau kelompok masyarakat tidak termasuk perbuatan yang dilarang, kecuali dapat dibuktikan ada upaya melakukan ajakan, mempengaruhi, dan/atau menggerakkan masyarakat, menghasut/mengadu domba untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan berdasarkan isu sentimen perbedaan SARA.”

SKB 3 Lembaga juga mengharuskan Aparat Penegak Hukum (APH) untuk membuktikan motif membangkitkan yang ditandai dengan adanya konten untuk melakukan tindakan-tindakan di atas.

Begitu pula dengan Pasal 27 ayat 3 yang dijadikan dasar pelaporan. SKB 3 Lembaga membatasi penggunaan pasal ini:

“Bukan delik yang berkaitan dengan muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE, jika muatan atau konten yang ditransmisikan, didistribusikan, dan/atau dibuat dapat diaksesnya tersebut adalah berupa penilaian, pendapat, hasil evaluasi atau sebuah kenyataan.”

Materi yang diunggah keempat aktivis #SaveKarimunjawa jelas merupakan ekspresi penilaian dan keresahan atas persoalan nyata yang mereka hadapi, bukan ajakan, gerakan, atau hasutan untuk membenci atau memusuhi kelompok masyarakat tertentu. Adapun frasa “suku, agama, ras, dan antargolongan” dalam pasal ini telah menimbulkan multiinterpretasi mengenai kelompok masyarakat mana saja yang dilindungi.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan UU ITE terbaru, frasa antargolongan tersebut sudah dispesifikkan menjadi ras, kebangsaan, etnis, warna kulit, agama, kepercayaan, jenis kelamin, disabilitas mental, atau disabilitas fisik. Ini membuktikan bahwa frasa “antargolongan” dalam UU ITE lama telah menimbulkan ketidakpastian hukum karena dapat diinterpretasikan secara bermacam-macam.

Pada UU ITE terbaru, Pasal 27 ayat 3 juga sudah dihapus, meskipun secara substansi penghinaan tetap dipertahankan di Pasa 27A. Namun, fakta ini membuktikan bahwa rumusan pasal ini juga karet dan bermasalah.

Maka dari itu, kami, organisasi masyarakat sipil se-Indonesia menyerukan kepada Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Komunikasi dan Informatika, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia untuk:

  1. Mengawal proses hukum terhadap empat aktivis lingkungan hidup #SaveKarimunjawa agar berjalan dengan seadil-adilnya sesuai dengan mekanisme hukum yang berlaku. 
  2. Mengambil sikap dan tindakan yang mendukung perlindungan kebebasan berekspresi bagi aktivis lingkungan hidup dan siapapun yang menyuarakan kepentingan publik.
  3. Menjamin keamanan warga dan aktivis #SaveKarimunjawa untuk mengemukakan ekspresinya secara damai, termasuk yang bersifat kritis terhadap para pelaku tambak udang intensif ilegal.

Kami juga mendesak Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung, Kepala Kepolisian Daerah Jawa Tengah, Kepala Kepolisian Resor Jepara, dan Kepala Kejaksaan Negeri Jepara untuk:

  1. Menghentikan proses hukum empat aktivis lingkungan hidup #SaveKarimunjawa yang dituduh melanggar pasal pencemaran nama baik dan ujaran kebencian UU ITE.
  2. Memastikan pengimplementasian SKB 3 Lembaga tentang Pedoman Implementasi UU ITE dalam penanganan kasus-kasus yang menggunakan UU ITE sebagai dasar hukumnya, terutama yang menggunakan pasal-pasal karet seperti pencemaran nama baik dan ujaran kebencian.
  3. Memastikan tidak ada lagi warga dan aktivis #SaveKarimunjawa yang diproses hukum hanya karena mengemukakan ekspresinya secara damai, termasuk yang bersifat kritis terhadap para pelaku tambak udang intensif ilegal.

Jakarta, 19 Januari 2024

Tertanda:

  1. Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet)
  2. Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jawa Tengah
  3. Dewan Pimpinan Daerah KAWALI Jepara
  4. Dewan Pimpinan Wilayah KAWALI Jawa Tengah
  5. Aksi Kamisan Semarang
  6. Amnesty International Indonesia
  7. Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Sosial Politik Universitas Sains Al-Qur’an Wonosobo
  8. Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Keluarga Mahasiswa Universitas 17 Agustus Semarang
  9. Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Keluarga Mahasiswa Universitas Negeri Semarang  
  10. Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Sains Al-Qur’an Wonosobo
  11. Cipajang Hijau
  12. Dewan Pimpinan Nasional Koalisi Kawali Indonesia Lestari (KAWALI)
  13. Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI)
  14. Front Nahdliyin Untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA) Semarang
  15. Greenpeace Indonesia
  16. GUSDURian Semarang
  17. GUSDURian UNNES  
  18. Himpunan Mahasiswa Islam UNNES
  19. Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Soshum UNNES
  20. Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS)
  21. Komunitas #SaveKarimunjawa!
  22. LBH Pers
  23. LBH Semarang
  24. Lingkar Juang Karimunjawa
  25. Lingkar Keadilan Ruang  – Yogyakarta
  26. Mahasiswa Bergerak
  27. Maring Institute
  28. My Green Leaders
  29. Partai Hijau Indonesia (PHI)
  30. Pengurus Cabang Ikatan Pemuda Muhammadiyah Kartasura (PC IPM Kartasura)
  31. Pengurus Cabang Kopri Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Wonosobo (PC Kopri PMII Wonosobo)
  32. Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Wonosobo (PC PMII Wonosobo)
  33. Pengurus Komisariat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Muhammad Abduh FAI Universitas Muhammadiyah Surakarta (PK IMM UMS)
  34. Pengurus Komisariat Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Universitas Negeri Semarang (PK PMII Unnes)
  35. Pengurus Rayon Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PR PMII) M. Zamroni
  36. Persaudaraan Lintas Agama (PELITA)
  37. Social Justice Indonesia (SJI)
  38. Students for Liberty (SFL) Yogyakarta
  39. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)