SAFEnet Luncurkan Website Tracker Revisi UU ITE

MAKASSAR, 10 November 2023 – Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) meluncurkan revisiuuite.org sebuah website tracker Revisi UU ITE sebagai sumber informasi terkait perkembangan proses revisi UU ITE pada Jumat (10/11/2023). Platform ini diinisiasi dengan tujuan untuk mendorong partisipasi publik dalam mengawasi proses revisi kedua UU ITE yang saat ini dianggap sangat tertutup.

Website revisiuuite.org ini memiliki fitur Lini Masa yang mencatat momentum-momentum UU ITE, mulai dari pembahasan di DPR hingga upaya uji materi yang dilakukan oleh masyarakat sipil. Selain itu, ada juga menu Dokumen di mana masyarakat dapat mengakses dokumen-dokumen terkait revisi UU ITE, termasuk draf rancangan revisi UU ITE yang hingga saat ini tidak dibuka ke publik secara formal oleh DPR RI dan Pemerintah.

“Website ini akan terus diperbarui sesuai dengan perkembangan informasi terkini. Jaringan masyarakat sipil juga dapat berkontribusi untuk mensuplai informasi terkait proses advokasi revisi UU ITE. Selain itu kami juga masih menerima masukan untuk perbaikan website yang lebih baik,” papar Nenden Sekar Arum, Kepala Divisi Kebebasan Berekspresi SAFEnet saat launching website tracker dan diskusi publik bertema “Mendorong Partisipasi Masyarakat dalam Proses Revisi Kedua UU ITE” di Makassar.

SAFEnet sebagai organisasi yang memperjuangkan hak-hak digital bersama Koalisi Serius untuk Revisi UU ITE menilai bahwa draf revisi kedua UU ITE yang diajukan oleh Panja Pemerintah masih memuat sejumlah pasal-pasal bermasalah. Untuk itu, pelibatan masyarakat sipil untuk mengawasi dan memberikan masukan terkait revisi ini menjadi krusial. Sayangnya, akses informasi yang terbatas juga berkontribusi terhadap tingkat partisipasi publik yang rendah dalam memantau setiap progres revisi UU ITE.

Lebih lanjut, berdasarkan catatan Indonesian Parliamentary Center (IPC) hingga 7 Juli 2023 yang dihimpun dari pemberitaan media dan risalah rapat, setidaknya Panja Komisi 1 telah menggelar 12 rapat terkait revisi kedua UU ITE. Dari jumlah tersebut ternyata hanya 5 rapat yang diumumkan secara resmi di website DPR. Itu pun hanya mencantumkan siapa saja yang hadir tanpa menyertakan isi pembahasan.

Tertutupnya pembahasan revisi kedua UU ITE menyalahi prinsip negara demokrasi yang seharusnya membuka partisipasi bermakna bagi publik, sebuah prinsip di mana seharusnya masyarakat memiliki hak untuk didengarkan, hak untuk mendapatkan informasi, hak untuk dipertimbangkan masukkannya, hak untuk mendapatkan penjelasan, serta hak untuk mengajukan komplain (right to be heard, right to informed, right to be considered, right to be explained, right to be complained).