Pernyataan Sikap KOLIBER Berstatus Terlindung LPSK, Polda Jabar Harus Hentikan Kriminalisasi Tri Yanto Sekarang!

Jakarta, 21 Juli 2025 – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) telah memberikan status Terlindung kepada Tri Yanto berdasarkan hasil putusan Sidang Mahkamah Pimpinan LPSK pada 30 Juni 2025. Sidang itu memutuskan untuk memberikan Perlindungan Hukum pada Tri Yanto sesuai dengan ketentuan UU Nomor 31 tahun 2014. Kami, Koalisi Lawan Kriminalisasi Whistleblower (KOLIBER), sebuah aliansi yang terdiri dari 20 organisasi masyarakat sipil yang fokus pada pelindungan whistleblower, mengapresiasi hasil putusan Sidang Mahkamah Pimpinan LPSK ini.
Dalam keterangannya, Wakil Ketua LPSK Susilaningtias mengungkapkan, LPSK berkomitmen mendukung keberanian masyarakat dalam mengungkap pelanggaran, termasuk dari kalangan internal lembaga, selama dilakukan dengan iktikad baik dan sesuai hukum. Saat ini, LPSK tengah berkoordinasi dengan Kejari Bandung dan Polda Jabar untuk memastikan bahwa pelapor yang datang dengan iktikad baik memperoleh ruang aman untuk menyampaikan kebenaran. LPSK mengakui posisi pemohon memiliki peran penting dalam membuka akses awal terhadap informasi penyimpangan di dalam institusi. Di sisi lain, LPSK mendorong aparat penegak hukum untuk menindaklanjuti laporan dugaan korupsi yang disampaikan oleh Tri dan menekankan pentingnya peran aparat penegak hukum dalam menjaga kepercayaan publik dengan menindaklanjuti secara serius laporan-laporan yang telah disalurkan melalui mekanisme resmi. “
Tri Yanto merupakan mantan kepala auditor internal Baznas Jawa Barat seorang whistleblower yang berani melaporkan dugaan tindak pidana korupsi dana zakat dan dana hibah sebesar Rp13,3 miliar yang terjadi di Badan Amil Zakat Nasional Provinsi Jawa Barat (Baznas Jabar). Ia dilaporkan balik oleh salah satu pimpinan Baznas Jawa Barat, Achmad Ridwan dengan Pasal 32 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dengan ancaman pidana hingga 9 tahun penjara. Pasal ini terkait tuduhan akses dokumen secara ilegal di Baznas Jawa Barat, padahal Tri Yanto hanya membantu pihak berwenang untuk mengungkap dugaan korupsi 13,3 Miliar yang terjadi di Baznas Jawa Barat.
Hingga hari ini, proses hukum terhadap Tri Yanto terus berjalan di Kepolisian Daerah Jawa Barat (Polda Jabar). Kami mendesak Direktorat Reserse Siber Kepolisian Daerah Jawa Barat (Dit Ressiber Polda Jabar) untuk menghentikan kriminalisasi terhadap Tri Yanto yang saat ini berstatus sebagai tersangka. Tri Yanto, dan siapapun yang berpartisipasi dalam pemberantasan korupsi, tidak boleh dibalas dengan laporan pidana maupun perdata karena laporan yang diajukan merupakan bentuk itikad baik. Hal ini sesuai dengan Pasal 10 ayat (1) UU Perlindungan Saksi dan Korban yang menyebutkan “Saksi, Korban, Saksi Pelaku, dan/atau Pelapor tidak dapat dituntut secara hukum, baik pidana maupun perdata atas kesaksian dan/atau laporan yang akan, sedang, atau telah diberikannya, kecuali kesaksian atau laporan tersebut diberikan tidak dengan iktikad baik.” Ayat berikutnya dari pasal tersebut juga menyatakan jika terdapat tuntutan hukum terhadap pelapor, maka tuntutan hukum wajib ditunda hingga kasus yang ia laporkan telah diputus oleh pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Kami menilai, berlanjutnya kriminalisasi terhadap Tri Yanto juga akan membuat masyarakat internasional mempertanyakan komitmen Indonesia sebagai salah satu negara peratifikasi Konvensi Anti-Korupsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCAC). Pasal 33 UNCAC yang menyatakan “Each State Party shall consider incorporating into its domestic legal system appropriate measures to provide protection against any unjustified treatment for any person who reports in good faith and on reasonable grounds to the competent authorities any facts concerning offences established in accordance with this Convention.”
Jaminan pelindungan bagi Tri Yanto selaku pelapor khususnya dalam kasus dugaan korupsi telah diatur di Pasal 41 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Melaporkan dugaan adanya tindak pidana korupsi merupakan bagian dari hak partisipasi masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi yang diatur dalam Pasal 41 ayat (2) huruf a UU Tipikor. Sebagaimana diatur pada Pasal 41 ayat (2) huruf e, masyarakat yang melaporkan adanya dugaan tindak pidana korupsi harus mendapatkan pelindungan hukum dari tahap penyelidikan hingga pemeriksaan di pengadilan.
Oleh karenanya, LPSK telah tepat mengakui bahwa Tri Yanto, sebagai whistleblower, telah bertindak demi kepentingan publik. Karena itu, Kejaksaan Tinggi Jawa Barat wajib segera secara transparan menginvestigasi laporan dugaan korupsi yang telah disampaikan oleh Tri Yanto. Negara tidak boleh memberikan ruang dan impunitas bagi koruptor hanya karena sibuk menangani kriminalisasi terhadap pelapor. Fokus utama harus tetap pada substansi laporan dugaan korupsi di Baznas Jawa Barat.
Kami juga mendesak Pemerintah untuk melakukan reformasi terhadap pengelolaan zakat yang selama ini terpusat ke Baznas RI. Saat ini pula, di Mahkamah Konstitusi tengah berlangsung uji materiil UU Pengelolaan Zakat dalam perkara nomor 97/PUU-XXII/2024. Uji materiil ini berfokus pada wewenang Baznas RI yang terlalu besar, di antaranya adalah fungsi regulator, auditor, eksekutor, dan pemberian izin terhadap Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dikelola masyarakat, serta nomor perkara 54/PUU-XXIII/2025 yang berfokus pada relasi kuasa Baznas dan penghambatan kebebasan masyarakat dalam arsitektur zakat nasional salah satunya pemisahan fungsi regulator Baznas RI menjadi Badan regulator dan pengawasan sendiri, serta mengembalikan pengelolaan zakat krpada civil society. Kami juga menyoroti Kementerian Agama yang seharusnya mengambil peran dalam beberapa dari fungsi-fungsi tersebut, sehingga wewenang Baznas RI terbatas pada beberapa fungsi.
Berdasarkan hal-hal ini, KOLIBER mendesak:
- Kepolisian Daerah Jawa Barat untuk menghentikan proses pidana yang menggunakan Pasal 32 ayat (1) dan (2) UU ITE terhadap Tri Yanto. Penggunaan pasal ini untuk menjerat whistleblower dapat menimbulkan efek jera (chilling effect) yang dapat menghambat peran serta masyarakat dalam pemberantasan tindak pidana korupsi maupun tindak pidana lain ke depannya.
- Kejaksaan Tinggi Jawa Barat untuk segera mengusut dugaan tindak pidana korupsi Baznas Jawa Barat yang telah dilaporkan oleh Tri Yanto secara transparan.
- Gubernur Jawa Barat untuk segera memberhentikan pimpinan Baznas Jawa Barat, karena mereka telah nyata merugikan penerima dana zakat (mustahik), Rp. 9,8 miliar dana zakat tidak tersalurkan tepat sasaran. Bahkan, Baznas Jawa Barat sebagai lembaga publik bersikap anti kritik berusaha membungkam pelapor dugaan korupsi dengan kriminalisasi pidana.
- Seluruh pejabat publik yang telah melanggar prinsip kerahasiaan whistleblower dengan terlibat dalam pengungkapan identitas whistleblower Tri Yanto untuk memberikan pertanggungjawaban publik.
- Pemerintah dan DPR RI untuk segera menyusun dan mengesahkan Undang-Undang Perlindungan Whistleblower yang komprehensif, termasuk pengawasan independen, sanksi pembalasan dan pemulihan bagi korban.
- Pemerintah dan DPR RI untuk melakukan revisi UU Pengelolaan Zakat. Revisi ini diperlukan untuk mengatur ulang wewenang Baznas RI dan mekanisme check and balances terhadap kewenangan yang dijalankan oleh institusi tersebut.
Koalisi Lawan Kriminalisasi Whistleblower (KOLIBER)
1. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)
2. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung
3. Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet)
4. Transparency International Indonesia (TI Indonesia)
5. Indonesia Corruption Watch (ICW)
6. Indonesia Memanggil 57+ Institute (IM-57+)
7. Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI)
8. Institute for Criminal Justice Reform (ICJR)
9. YASMIB Sulawesi
10. Public Virtue Research Institute
11. Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif, dan Kemitraan Masyarakat Indonesia (YAPPIKA)
12. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Padang
13. Indonesia Zakat Watch
14. Protection International Indonesia
15. Pusat Telaah dan Informasi Regional Semarang (Perhimpunan Pattiros)
16. Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP)
17. PIRAC (Public Interest Research and Advocacy Center)
18. Lembaga Bantuan Hukum Pers (LBH Pers)
19. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia
20. Amnesty International Indonesia