Hentikan Upaya Kriminalisasi Whistleblower Dugaan Korupsi Baznas Jabar


SIARAN PERS KOALISI MASYARAKAT SIPIL
Hentikan Upaya Kriminalisasi Whistleblower Dugaan Korupsi Baznas Jabar 13,3 M

28 Mei 2025 – Kami, Koalisi Lawan Kriminalisasi Whistleblower (KOLIBER), yang terdiri dari berbagai organisasi masyarakat sipil menyatakan keprihatinan mendalam atas tindakan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Provinsi Jawa Barat yang melakukan kriminalisasi kepada Sdr. Tri Yanto (TY), seorang whistleblower yang berani mengungkap dugaan korupsi dana zakat senilai Rp9,8 miliar dan dana hibah APBD Pemerintah Provinsi Jawa Barat senilai sekitar Rp3,5 miliar. Adapun keterangan pers ini turut ditulis untuk menyikapi keterangan pers yang sebelumnya dirilis oleh BAZNAS Jawa Barat.

Pertama, klaim perlindungan whistleblower yang disampaikan oleh BAZNAS Jawa Barat dalam pernyataan persnya jelas tidak konsisten. BAZNAS Jawa Barat menyatakan menghormati prinsip perlindungan whistleblower, namun dalam kasus TY, mereka justru melakukan kriminalisasi dengan melaporkan TY ke pihak kepolisian. Tuduhan bahwa TY dipecat karena indisipliner dan rasionalisasi lembaga adalah upaya untuk menutupi fakta bahwa pemberhentiannya terjadi setelah ia berjuang sejak tahun 2021 mengingatkan pimpinan BAZNAS Jawa Barat mengenai potensi risiko terjadinya pengambilan dana amil/operasional dari dana zakat sampai 20,5 %, penyalahgunaan jabatan, penyaluran tidak tepat sasaran, perlakuan istimewa pada mitra penyalur tertentu, keterlambatan penyaluran, serta risiko mark up pengadaan barang dari pengelolaan dana zakat dan hibah.

Kedua, tuduhan yang dilontarkan BAZNAS Jawa Barat bahwa TY mengakses dan menyebarkan dokumen internal lembaga secara tidak sah adalah taktik klasik untuk membungkam whistleblower. Faktanya, TY tidak pernah menyebarkan informasi kepada publik, namun informasi tersebut digunakan atas permintaan dari Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) yaitu Inspektorat Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Satuan Audit BAZNAS RI (Pusat), hingga ke sejumlah penegak hukum untuk kepentingan dokumen pendukung aduan dugaan korupsi yang disampaikan TY. Namun setelah pengaduan tersebut, justru identitas TY sebagai Pelapor, beserta pengaduan dan bukti yang dilampirkan tersebar, sehingga patut diduga ada kebocoran informasi dari para APIP tersebut. Selain itu, klaim bahwa dokumen internal tersebut merupakan informasi publik yang dikecualikan berdasarkan Surat Keputusan Ketua BAZNAS Provinsi Jawa Barat No. 93/2022, patut diuji ulang karena berpotensi bertentangan dengan UU 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. selain itu TY sebagai Pendengung (whistleblower) memiliki hak imunitas dan dokumen-dokumen yang digunakan TY untuk mengungkap indikasi tindak pidana tidak dapat dikenakan ketentuan Pasal Pemidanaan.

Ketiga, BAZNAS Jawa Barat mengklaim menghormati proses hukum, tetapi justru mereka yang melaporkan TY ke kepolisian. Tindakan ini adalah bentuk kriminalisasi terhadap whistleblower. Proses hukum seharusnya digunakan untuk mengusut dugaan korupsi terlebih dahulu, bukan untuk menekan pelapor. BAZNAS Jawa Barat merupakan lembaga publik yang memiliki tanggung jawab besar dalam mengelola dana umat (zakat, infak, dan sedekah). Sebagai lembaga publik yang mengelola dana umat, BAZNAS Jawa Barat seharusnya menjadi contoh tata kelola zakat yang mau dikritik dan transparan.

Keempat, kasus ini jelas merupakan bentuk kriminalisasi terhadap kebebasan berekspresi dan partisipasi publik yang dilakukan oleh TY. BAZNAS Jawa Barat menyatakan bahwa ini merupakan pelanggaran prosedur akses dokumen internal dan menyebarkannya ke pihak lain. Padahal, aduan untuk kepentingan publik kepada pihak lain merupakan bagian dari kebebasan berekspresi yang dijamin oleh konstitusi dan UU HAM. Sebagaimana tertulis dalam ICCPR yang sudah diratifikasi oleh Indonesia, pembatasan kebebasan berekspresi harus dilakukan dengan memenuhi three part-test, yaitu asas legalitas, proporsionalitas-nesesitas, dan tujuan yang sah. Asas tujuan yang sah jelas tidak terpenuhi, karena pembatasan tidak dilakukan untuk melindungi hak dan reputasi orang lain, keamanan nasional, ketertiban umum, kesehatan publik, maupun moral publik. Sebaliknya, justru aduan TY merupakan ekspresi yang dikemukakan dalam rangka memperjuangkan kepentingan publik.

Kelima, kasus ini juga menunjukkan betapa lemahnya perlindungan terhadap whistleblower di Indonesia. Alih-alih melindungi TY, BAZNAS Jawa Barat justru melaporkannya ke kepolisian. Hal ini jelas bertentangan dengan Pasal 10 UU No. 13/2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, serta Pasal 33 Konvensi PBB United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) yang mewajibkan negara untuk melindungi pelapor dari segala bentuk pembalasan atau perlakuan tidak adil. BAZNAS Jawa Barat sebagai lembaga publik seharusnya menjadi contoh dalam menegakkan prinsip-prinsip ini.

Keenam, Kasus ini menunjukkan bahwa Whistleblowing Protection System (WBS) di tubuh APIP Pemprov Jabar dan Satuan Audit Internal BAZNAS RI gagal berfungsi. Salah satu prinsip dalam Whistleblowing Protection System adalah melindungi pelapor dari segala bentuk retaliasi/pembalasan. Kasus ini menunjukkan sistem pelaporan APIP patut diduga tidak mampu melindungi pelapor sehingga penanganan aduan tidak berjalan secara efektif. Mekanisme yang ada justru berbalik menghukum pelapor, bukan melindungi kepentingan pelaporan dan menginvestigasi substansi laporan. Hal ini bertentangan dengan UU No. 13/2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, serta Pasal 33 Konvensi PBB United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) yang telah diratifikasi Indonesia sejak tahun 2006.

Tuntutan Koalisi Masyarakat Sipil

  1. Hentikan proses kriminalisasi terhadap Sdr. TY dan keluarkan SP3;
  2. Berikan perlindungan menyeluruh terhadap Sdr. TY sebagai whistleblower melalui LPSK dan KPK;
  3. Segera selidiki substansi laporan dugaan korupsi yang disampaikan sebagai prioritas;
  4. Lakukan audit independen terhadap pengelolaan zakat dan hibah di BAZNAS Jawa Barat;
  5. Reformasi total mekanisme perlindungan pelapor di tingkat APIP dan BAZNAS nasional;
  6. Dorong pembentukan UU Perlindungan Whistleblower dan Partisipasi Publik yang komprehensif.

Koalisi Lawan Kriminalisasi Whistleblower (KOLIBER).

  1. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)
  2. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung
  3. Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet)
  4. Transparency International Indonesia (TI Indonesia)
  5. Indonesia Corruption Watch (ICW)
  6. Indonesia Memanggil 57+ Institute (IM-57+)
  7. Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI)
  8. Institute for Criminal Justice Reform (ICJR)
  9. YASMIB Sulawesi
  10. Public Virtue Research Institute
  11. Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif, dan Kemitraan Masyarakat Indonesia (YAPPIKA)
  12. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Padang
  13. Indonesia Zakat Watch
  14. Protection International Indonesia
  15. Pusat Telaah dan Informasi Regional Semarang (Perhimpunan Pattiros)
  16. Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP)
  17. PIRAC (Public Interest Research and Advocacy Center)
  18. Lembaga Bantuan Hukum Pers (LBH Pers)
  19. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia
  20. Amnesty International Indonesia