Rilis Pers Tim ASTAGA:
“BELUM SELESAI, JAKSA KASASI KEBEBASAN SEPTIA. TIM ASTAGA AJUKAN KONTRA MEMORI KASASI SEPTIA”

Jakarta, 13 Maret 2025 – Tim Advokasi Septia Gugat Negara Abai (Tim ASTAGA) yang berisi puluhan lembaga bantuan hukum, organisasi masyarakat sipil, dan serikat buruh, telah menyerahkan kontra memori kasasi ke Mahkamah Agung untuk buruh perempuan Septia Dwi Pertiwi pada 12 Maret 2025. Kasus ini bermula dari laporan Jhon LBF kepada mantan buruh perempuan di perusahaannya yakni PT Lima Sekawan (Hive Five) yang menciutkan mengenai kondisi kerja yang buruk dan penuh dengan pelanggaran ketentuan ketenagakerjaan di media sosial X. Sebelumnya, pada 17 Februari 2025, Jaksa Penuntut Umum Maryani Melinawati menyerahkan memori kasasi atas putusan bebas Nomor 589/Pid.Sus/PN Jkt. Pst Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kepada Mahkamah Agung.
Kasasi itu diajukan untuk putusan bebas terhadap Septia Dwi Pertiwi yang dijerat dengan Pasal 27 ayat 3 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) soal pencemaran nama baik. Pada amar putusannya pada saat itu, majelis hakim yang diketuai oleh Saptono menilai semua tuduhan jaksa tidak berhasil dibuktikan selama persidangan.
“Kami sampai pada kesimpulan bahwa putusan nomor 589/Pid.Sus/PN Jkt. Pst sudah tepat dijatuhkan putusan bebas terhadap Septia karena sudah sesuai dengan fakta-fakta hukum dan persidangan yang objektif. Sekali lagi perlu kami ingatkan bahwa kasus Septia merupakan kasus struktural antara buruh yang dieksploitasi oleh majikannya dan ada posisi yang tidak seimbang,” tegas pengacara Septia sekaligus Sekretaris Jenderal Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), Gina Sabrina.
“Oleh karenanya, Septia harus dipandang sebagai buruh yang dikriminalisasi dan fakta-fakta di persidangan menunjukan bahwa benar ada eksploitasi kerja, jam kerja berlebih, upah yang dibayar murah, yang tidak sesuai dengan ketentuan ketenagakerjaan, dan lainnya. Oleh karenanya hakim (PN Jakpus) telah tepat menurut kami membebaskan Septia,” tambah Gina.
Selain itu, Gina juga membacakan tuntutan-tuntutan dari Tim ASTAGA kepada Mahkamah Agung.
“Kami berharap hakim menolak seluruh memori kasasi yang diajukan oleh pemohon. Kedua, kami juga berharap hakim juga menerima seluruh kontra memori kasasi yang kami ajukan atas nama Septia Dwi Pertiwi. Ketiga, kami berharap hakim menguatkan putusan bebas nomor 589/Pid.Sus/PN Jkt. Pst yang membebaskan Septia Dwi Pertiwi. Keempat, kami berharap juga hakim bisa merehabilitasi nama baik Septia Dwi Pertiwi. Terakhir, kami meminta kepada negara untuk membebankan seluruh biaya perkara dalam perkara ini ke negara,” tandasnya.
Sementara itu, Kepala Divisi Kebebasan Berekspresi Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), Hafizh Nabiyyin, menegaskan tuntutan kepada Mahkamah Agung untuk menolak permohonan kasasi JPU untuk kasus Septia.
“Putusan PN Jakarta Pusat untuk membebaskan Septia sudah sangat tepat. Putusan ini adalah preseden baik bagi kebebasan berekspresi masyarakat Indonesia, terutama yang berasal dari kelompok-kelompok tertindas seperti buruh dan perempuan. Oleh karena itu, kami menilai MA harus menolak seluruh memori kasasi yang diajukan JPU untuk kasus Septia,” ujar Hafizh,.
Dalam dokumen kontra memori kasasi yang telah diserahkan oleh tim pengacara Septia, ditekankan beberapa hal.
Pertama, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) telah mempertimbangkan beberapa dokumen hukum relevan, termasuk Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Lembaga, keterangan ahli, serta putusan Mahkamah Konstitusi dalam memutus bebas Septia. Sehingga, tidak ada alasan majelis hakim disebut mengabaikan prinsip dan ketentuan hukum pembuktian.
Kedua, majelis hakim PN Jakpus telah menerima dan menguji seluruh alat bukti yang diajukan oleh JPU. Alat-alat bukti tersebut dinilai tidak memiliki kekuatan pembuktian yang konkret sehingga tidak mampu membuktikan adanya tindak pidana yang dituduhkan kepada Septia. Ketiga, fakta-fakta dan bukti-bukti selama persidangan justru menunjukkan bahwa pernyataan yang disampaikan oleh Septia adalah benar dan sesuai dengan keadaan yang dialaminya. Oleh karena itu, tuduhan JPU terkait ketidakkooperatifan Septia dalam proses mediasi tidak memiliki dasar hukum yang kuat dan cenderung bersifat mengada-ada.
Terakhir, dengan mempertimbangkan seluruh aspek hukum yang berlaku, jelas bahwa tindakan yang dilakukan oleh Septia merupakan bagian dari kebebasan berekspresi dan berpendapat yang dijamin dan dilindungi sebagai hak asasi manusia (HAM) serta hak konstitusional warga negara. Oleh karena itu, penerapan hukum pembuktian dalam perkara ini telah dilakukan secara tepat dan benar, dan segala upaya yang bertujuan mengkriminalisasi ekspresi sah harus ditolak.
Jakarta, 14 Maret 2025
Tim Advokasi Septia Gugat Negara Abai (Tim ASTAGA)
Kontak media:
Untuk informasi lebih lanjut terkait kriminalisasi Septia ini, media dapat menghubungi:
a. PBHI (0895-3855-87159)
b. SAFEnet (0817-9323-375)
c. GSBI (0811-7486-731)