Daniel Tangkilisan Bebas, Perlunya Regulasi ANTI-SLAPP

DANIEL TANGKILISAN BEBAS, SAFENET: PERLUNYA REGULASI ANTI-SLAPP YANG KOMPREHENSIF

RABU, 30 Oktober 2024 – Mahkamah Agung (MA) resmi menolak permohonan kasasi yang diajukan oleh jaksa penuntut umum (JPU) untuk kasus ujaran kebencian yang menjerat aktivis lingkungan Karimunjawa, Daniel Frits Maurits Tangkilisan. Amar putusan tersebut menunjukkan MA menolak permohonan kasasi JPU.

Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) mengapresiasi putusan majelis hakim yang dipimpin oleh hakim Dwiarso Budi Santiarto ini. SAFEnet menilai, putusan ini dapat menjadi yurisprudensi bagi kasus-kasus kriminalisasi lain yang menjerat aktivis lingkungan hidup, khususnya yang menggunakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

“Kami mengapresiasi putusan hakim Dwiarso Budi Santiarto dan anggota majelis hakim lainnya yang telah memutus perkara ini dengan seadil-adilnya. Putusan MA ini harus menjadi yurisprudensi bagi hakim-hakim lain yang sedang mengadili kasus kriminalisasi aktivis lingkungan hidup,” ujar Kepala Divisi Kebebasan Berekspresi SAFEnet, Hafizh Nabiyyin.

“Hari ini UU ITE terus digunakan untuk mengkriminalisasi pegiat lingkungan hidup dan siapapun yang memperjuangkan hak-haknya. Ini merupakan bentuk strategic litigation against public participation (SLAPP)yang dilancarkan oleh entah korporasi atau proksi-proksinya untuk membungkam siapapun yang dianggap sebagai ancaman bagi operasi bisnisnya” tambah Hafizh.

Direktur Eksekutif SAFEnet, Nenden Sekar Arum, menilai putusan ini dapat menjadi landasan kuat bagi masyarakat sipil untuk mendorong pemerintah dan parlemen agar membuat peraturan anti-SLAPP yang lebih kuat dan komprehensif.

“Putusan MA ini dapat menunjukkan kepada kita semua, bagaimana ketentuan anti-SLAPP dapat menyelamatkan orang-orang yang dikriminalisasi. Kita perlu mendorong ketentuan anti-SLAPP yang lebih komprehensif, yang dapat melindungi siapapun yang berekspresi untuk mempertahankan hak-haknya di hadapan kerakusan korporasi dan abainya negara” tegas Nenden.

“Saat ini baru aktivis lingkungan yang dilindungi oleh klausul anti-SLAPP. Klausul ini terdapat dalam Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH). Padahal, aktivis-aktivis maupun warga yang memperjuangkan hak-haknya di sektor lain juga memerlukan perlindungan serupa” tambahnya.

SAFEnet menekankan, meskipun mungkin memerlukan waktu yang tidak sebentar, tapi regulasi anti-SLAPP yang lebih kuat dan komprehensif tetap diperlukan untuk melindungi kebebasan berekspresi dan partisipasi publik.

“Tentu ini bukan perjuangan yang sebentar. Tapi kita tidak akan pernah memiliki ketentuan anti-SLAPP yang komprehensif jika kita tidak memulainya dari sekarang. Apalagi, kebebasan berekspresi yang kita perjuangkan akan segera berhadapan dengan dua peraturan predatorik: UU ITE dan KUHP baru yang akan efektif di tahun 2026,” tekannya.