Menyambut gelaran Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) ke-43, koalisi masyarakat sipil se-Asia Tenggara menyelenggarakan kegiatan ASEAN Civil Society Conference/ASEAN People Forum (ACSC/APF). Tahun ini, acara tersebut digelar di Indonesia, tepatnya di Universitas Katolik Atma Jaya, Jakarta.
Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) terlibat aktif dalam penyelenggaraan kegiatan tersebut. Bersama-sama dengan organisasi masyarakat sipil lainnya (OMS), SAFEnet mengambil peran sebagai bagian dari pelaksana kegiatan. ACSC/APF yang tahun ini bertema “Reclaiming safe spaces, restoring democracy and equity in Southeast Asia!” secara garis besar terbagi ke dalam dua acara, yaitu acara inti dan acara sampingan.
Pada acara inti, Direktur Eksekutif SAFEnet, Damar Juniarto, menjadi pembicara dalam sebuah sesi dengan tema “Dismantling Digital Dictatorship: Safeguarding Rights in the Online Arena”. Sesi yang diorganisir oleh Koalisi #StopDigitalDictatorship ini, juga menghadirkan Jean Linis-Dinco (Peneliti Independen) sebagai pembicara dan Debbie Stothard (Pendiri ALTSEAN Burma) sebagai moderator.
Selain itu, SAFEnet juga diminta untuk mengisi acara Side Event Expert Group Meeting on Women, Peace and Security “Unseen Threats, Unheard Voices: Analyzing the Evolving Concept of Women’s Security in ASEAN”. Sesi ini di organisir oleh Asian Muslim Action Network (AMAN) Indonesia dan dibantu oleh Migrant Care, Working Group on Women and PCVE (WGWC), The Asia Pacific Partnership for Atrocity Prevention (APPAP), Southeast Asia Women Peacebuilders (SEAWP), Joint Initiative for Strategic Religious Action (JISRA), Asia Democracy Network (ADN), Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFENet), and Joint Initiative for Strategic Religious Action (JISRA). Di sesi ini, SAFEnet bicara tentang Keamanan Digital dan kemudian ditarik dari sisi korban, baik perempuan, anak-anak dan kelompok rentan lainnya.
SAFEnet juga terlibat dalam acara sampingan dengan membuka booth. Booth SAFEnet diisi dengan dua aktivitas utama yang dapat melibatkan pengunjung: asesmen Pakem Diri dan survei keadaan hak digital di Asia Tenggara. Pengunjung booth dapat mengetahui risiko kerentanan digitalnya dengan melakukan asesmen sendiri lewat instrumen Pakem Diri yang sudah disediakan oleh SAFEnet. Setelah melakukan asesmen mandiri, dengan dampingan dari Tim Keamanan Digital SAFEnet, sebagian pengunjung mengaku memiliki risiko keamanan rendah, namun ada pula yang hasilnya menunjukkan angka risiko tinggi.
Perwakilan SAFEnet juga mengajak pengunjung untuk mengekspresikan pendapatnya mengenai keadaan di negara masing-masing. Terdapat sebuah poster berisi 4 pertanyaan seputar isu pelanggaran hak digital yang dibentangkan, di mana para pengunjung dapat mengekspresikan pendapatnya melalui stiker emotikon. 4 isu pelanggaran hak digital yang diangkat adalah:
- Censorship and judicial harassment
- Online based-gender violences and discrimination
- Internet shutdown and throttling
- Data brech and surveillance
Emotikon yang ditempelkan oleh para pengunjung menunjukkan pola keresahan masyarakat sipil di Asia Tenggara, di mana hampir seluruhnya sepakat bahwa pelanggaran-pelanggaran hak digital itu terjadi di negaranya. Pada booth tersebut SAFEnet juga memperkenalkan Koalisi Regional Southeast Asia Collaborative Policy Network (SEA CPN) yang berfokus pada advokasi kebijakan dan praktik moderasi konten di kawasan dan membagikan merchandise kepada para pengunjung yang hadir.
Keterlibatan SAFEnet dalam kegiatan ACSC/APF 2023 ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat sipil ASEAN atas hak-hak digitalnya. Apalagi, isu hak-hak digital masih kerap dikesampingkan, baik pada pembahasan antar pemerintah dalam pertemuan-pertemuan formal ASEAN maupun dalam diskursus yang dikembangkan oleh masyarakat sipil.