UU No. 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) menjadi angin segar bagi perlindungan, penanganan, dan pemulihan korban kekerasan seksual di Indonesia. Diakui sebelum lahirnya UU TPKS ini, peraturan perundang-undangan yang mengatur beberapa bentuk kekerasan seksual, sangat terbatas bentuk dan lingkup pencegahan, penanganan, pelindungan, hingga pemulihan hak korban. Peraturan perundang-undangan yang tersedia belum sepenuhnya mampu merespons fakta kekerasan seksual yang terjadi dan berkembang di masyarakat, khususnya pola patriarki yang terfasilitasi atau dimediasi melalui sarana elektronik.
Kertas Kebijakan ini dibuat berdasarkan fakta yang dihimpun dari organisasi masyarakat sipil yang concern di dalam pendampingan korban Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik (KSBE) dan kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO), di antaranya SAFEnet, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Purplecode, LBH Apik Jakarta, Kolektif Advokat Keadilan Gender (KAKG) dan JakartaFeminist. Kertas kebijakan ini menjadi diskursus penting dalam penanganan KSBE di Indonesia sejak adanya UU TPKS.
Dalam konteks KSBE, korban berhak atas penanganan dan pemulihan berupa penghapusan konten bermuatan seksual untuk kasus kekerasan seksual dengan media/sarana elektronik. UU TPKS mengatur pemenuhan hak ini kepada Pemerintah dan aparat penegak hukum melalui Pasal 46 terkait kewenangan pemerintah pusat untuk melakukan penanganan konten bermuatan TPKS; Pasal 47 terkait jaksa yang perlu berkoordinasi dengan ketua pengadilan dan Kementerian Kominfo untuk menghapus konten TPKS; dan Pasal 55 terkait kewenangan penyidik melalui penetapan kepala kejaksaan negeri setempat untuk menutup akses pada data atau sistem elektronik bermuatan TPKS untuk proses peradilan.
Dalam kertas kebijakan ini dapat memberikan rekomendasi untuk peraturan turunan UU TPKS yang saat ini masih dalam pembahasan di pemerintah. Kebutuhan-kebutuhan untuk peraturan turunan tersebut dapat diatur di antaranya, memberikan perluasan definisi terkait dengan KSBE, kewenangan dan jalur koordinasi yang jelas untuk penghapusan konten KSBE, dasar penguatannya untuk pemenuhan hak korban terkait dengan hak-hak fundamental seperti hak untuk bebas dari penyiksaan, perlakuan atau hukuman kejam, tidak manusiawi dan merendahkan, dan hak atas kebebasan dan keamanan serta diperlukannya peningkatan kapasitas organisasi masyarakat sipil, lembaga pendamping korban, dan pelaksana tingkat lapangan dalam mengajukan permintaan penghapusan/pemutusan akses konten KSBE.
Kertas kebijakan selengkapnya dapat dilihat pada tautan ini.