Laporan Pemantauan Hak-hak Digital Triwulan I 2023

Meskipun mengalami penurunan dibandingkan periode sama pada tahun lalu, sejumlah pelanggaran hak-hak digital masih terjadi pada tiga bulan pertama tahun ini. Akses Internet masih tidak lebih baik dengan setidaknya lima kali gangguan disengaja maupun tidak. Begitu pula dengan kriminalisasi terhadap ekspresi, serangan digital, dan kekerasan berbasis gender online (KBGO).

Dari sisi akses Internet, gangguan terjadi mulai dari Jakarta hingga Papua. JakWifi sebagai akses Internet gratis mendukung warga DKI Jakarta untuk mengikuti pembelajaran jarak jauh (PJJ) diputus sejak awal tahun. Kebijakan ini berdampak terhadap terputusnya akses Internet oleh warga kalangan bawah. Adapun di Papua, gangguan layanan terjadi sekitar seminggu, karena perbaikan kabel bawah laut.

Kriminalisasi terhadap ekspresi di ranah digital juga masih terjadi. Tercatat ada 30 kasus kriminalisasi ekspresi pada periode Januari-Maret 2023 dengan jumlah terlapor atau korban sebanyak 49 orang. Sebagian besar pengguna Internet yang dilaporkan dengan pasal-pasal karet adalah konsumen sebanyak 18 orang. Aktivis juga masih jadi korban tuntutan ini selain mahasiswa dan narasumber berita.

Tidak hanya tuntutan pidana, sejumlah aktivis juga masih mengalami serangan digital, seperti terjadi pada aktivis di Medan, Sumatera Utara pada Februari 2023. Lima aktivis tersebut menambah daftar serangan digital pada Januari-Maret 2023 dengan total insiden sebanyak 33 kali. Kuatnya dugaan serangan digital bermotif politik di Indonesia bisa dilihat pula dari tingginya korban serangan dari kelompok kritis yang mencapai lebih dari 55 persen dari total jumlah korban.

Adapun dari KBGO, jumlah aduan ke SAFEnet juga menurun dibandingkan periode sama tahun lalu. Selama tiga bulan pertama 2023, jumlah aduan sebanyak 118 aduan sementara tahun lalu 191. Sekstorsi menjadi bentuk KBGO paling banyak terjadi dengan 78 aduan, disusul penyebaran konten intim tanpa izin (76 aduan). Ada korban yang mengaku dijebak pelaku melalui panggilan video seks (VCS) dan direkam diam-diam oleh pelaku. Pelaku lalu mengancam akan menyebarkan video rekaman itu jika korban tidak membayar sejumlah uang.