SAFEnet mengecam pembatasan terhadap akun twitter Fraksi Rakyat Indonesia https://twitter.com/FraksiRakyatID dan akun twitter Koalisi Bersihkan Indonesia https://twitter.com/bersihkan_indo usai keduanya melangsungkan live tweet terhadap UU Cipta Kerja (Omnibus law) pada hari Minggu 18 Oktober 2020. Pembatasan kedua akun tersebut merupakan upaya nyata rangkaian pembungkaman kritik warga negara atas UU Cipta Kerja.
“Kemarin kami menerima laporan bahwa ada 2 lagi akun media sosial pengkritik UU Cipta Kerja yang dibatasi untuk berpendapat di platform Twitter. Akun twitter Fraksi Rakyat Indonesia sudah 2 kali dibatasi, dan kini akun twitter Koalisi Bersihkan Indonesia. Sebelumnya, kami menerima laporan takedown konten dan account Instagram dari petisi online Change.org Indonesia. Ini sudah kelewatan!” ujar Ika Ningtyas selaku Kepala Divisi Kebebasan Berekspresi SAFEnet.
Kedua akun twitter melakukan live tweet yang disiarkan mulai pukul 14.00 WIB. Dalam live tweet, dijabarkan hasil laporan berjudul ‘Kitab Hukum Oligarki’, Para Pebisnis Tambang dan Energi Kotor di Balik Omnibus Law: Peran, Konflik Kepentingan, dan Rekam Jejak. Dalam laporan tersebut, mereka mengungkap adanya adanya jejaring pebisnis tambang yang terkait erat dengan disahkannya UU Cipta Kerja. Selain berisi live tweet, keduanya juga menyiarkan siaran live streaming dari kanal Youtube dan Facebook.
Dalam keterangan yang disampaikan kepada SAFEnet, pengelola akun twitter Fraksi Rakyat Indonesia dan Koalisi Bersihkan Indonesia menyebutkan mereka tiba-tiba tidak bisa diakses. Hingga Senin, 19 Oktober 2020, kedua akun tetap tidak bisa diakses dengan peringatan: “Akun ini sementara dibatasi”/restricted.
SAFEnet menilai, konten yang diunggah oleh kedua akun tersebut tidak termasuk dalam pelanggaran “Community Guidelines”/”Aturan dan Kebijakan” Twitter (Twitter Rules and Policies). Apa yang disampaikan kedua akun tersebut termasuk ekspresi yang sah dan merupakan bagian pelaksanaan atas hak kemerdekaan berpendapat dan berekspresi yang telah diakui secara internasional dalam Pasal 19 ayat 2 Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik (ICCPR), berbunyi, “Setiap orang berhak atas kebebasan menyatakan pendapat; hak ini termasuk kebebasan mencari, menerima dan memberikan informasi dan pemikiran apapun, terlepas dari pembatasan-pembatasan secara lisan, tertulis, atau dalam bentuk cetakan, karya seni, atau melalui sarana lain sesuai dengan pilihannya.”
SAFEnet menilai pembatasan yang kini terjadi pada kedua akun tersebut tidak dapat dipisahkan dari upaya terorganisasi untuk memberangus hak aktivis dan organisasi masyarakat sipil yang menolak disahkannya UU Cipta Kerja. Peristiwa pembungkaman akun-akun Twitter pengkritik UU Cipta Kerja ini tidak dapat dipisahkan dari bentuk pemberangusan ekspresi di ranah digital seperti pencabutan konten (take down), peretasan situs, labelisasi hoax, online trolling, dan pemidanaan dengan pasal karet UU ITE serta pasal 14-15 UU Nomor 1 Tahun 1946.
Atas dasar itu, Southeast Asia Freedom of Expression Network/SAFEnet sebagai organisasi regional yang memperjuangkan hak-hak digital warga di Asia Tenggara, mendesak :
- Perusahaan teknologi Twitter untuk segera memulihkan akun Fraksi Rakyat Indonesia dan Koalisi Bersihkan Indonesia yang dibatasi sejak hari Minggu, 18 Oktober 2020. Proses pembatasan akun seharusnya melalui prosedur yang transparan dan bisa dipertanggungjawabkan secara publik.
- Para pihak yang diduga melakukan pembatasan akun-akun Twitter pengkritik kebijakan UU Cipta Kerja untuk patuh pada hukum, menghormati prinsip dan mengakui setiap warga negara berhak untuk mendapatkan informasi dan berhak untuk menyatakan pendapatnya secara merdeka.
- Semua pihak tanpa kecuali untuk menggunakan cara-cara yang patut, penuh azas yang baik, dan berdasarkan hukum ketika terjadi silang pendapat di media sosial tentang UU Cipta Kerja, serta segera berhenti melakukan pengerahan aktivitas trolling, pemberian stigma hoax, pemidanaan secara semena-mena dengan penggunaan pasal karet dan bermasalah di dalam UU ITE dan pasal berbuat keonaran di dalam UU Nomor 1 Tahun 1946.
- Kepolisian untuk mengedepankan dialog dan mediasi, karena upaya pemidanaan prinsipnya adalah “ultimuum remedium” yakni sebagai “the last resort” atau langkah terakhir ketika semua hal telah dicoba.
Denpasar, 19 Oktober 2020
Divisi Kebebasan Berekspresi
Southeast Asia Freedom of Expression Network
Untuk komunikasi, silakan hubungi Hotline SAFEnet 08119223375 atau email: [email protected]