Disinformasi seputar virus Corona terjadi di mana saja, termasuk di Indonesia. Menurut Menkominfo Johny G. Plate, untuk Indonesia ada setidaknya 54 konten keliru terkait kejadian virus corona.
Kemkominfo telah melakukan klasifikasi dan melakukan debunking pada informasi-inforasi yang salah dan sesat dengan memberikan “label” di situsweb Kominfo. Langkah ini perlu diapresiasi dan perlu didukung dengan pelibatan stakeholder yang terkait dengan kesehatan, khususnya dari mereka yang paham mengenai situasi virus Corona yang telah ditetapkan sebagai penyakit menular oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO).
Sementara itu dalam pernyataannya kepada pers, Menkominfo menyatakan tidak akan melakukan blokir dengan alasan menghormati kebebasan berpendapat. Lebih jelasnya ia mengatakan, “Di Indonesia barangkali terlalu lunak, karena begitu demokrasinya, begitu kebebasannya berbicara mengungkapkan pendapat dihormati betul, kebebasan pers dihormati betul, demokrasi dihormati betul. Tetapi jangan itu dimanfaatkan untuk menyebarkan berita yang merugikan pribadi-pribadi, yang merugikan masyarakat, yang merugikan negara. Jangan. Ada batasnya tentu ya.”
Memang Indonesia adalah negara hukum yang mengakui kebebasan berpendapat dan karenanya perlu kehati-hatian dalam menerapkan kebijakan blokir terutama terkait mengenai mekanisme dan transparansinya yang dinilai oleh SAFEnet kurang jelas.
Mengenai pendapat tersebut, Menkominfo dirasa perlu lebih dalam melihat dimensi sosial dan politis dari pembuatan dan penyebaran disinformasi tentang virus Corona, terutama terkait dengan merebaknya penyesatan berbasis xenophobia dan diskriminasi etnis.
Untuk konten disinformasi dan misinformasi berbasis xenophobia dan diskriminasi etnis ini, pemerintah perlu tegas menerapkan hukum Indonesia yang menolak diskriminasi sebagaimana tertuang dalam pasal 15 dan 16 UU No. 40 Tahun 2008 mengenai penghapusan diskriminasi. UU itu dibuat untuk menjamin tidak terjadinya konflik dan diskriminasi berbasis Ras dan Etnis. Artinya, konten seperti “Virus Korona Sengaja Disebarkan Rezim Tiongkok untuk Membasmi Umat Islam di Wuhan” misalnya perlu dibatasi dan terhadap pembuat dan penyebarnya dilakukan proses penyelidikan melibatkan kepolisian.
Dimensi sosial yang juga perlu dipertimbangkan adalah bagaimana mitigasi dari keresahan masyarakat yang timbul dari penyebaran disinformasi ini. Banyak contoh yang diperlihatkan bagaimana sosialisasi berita-berita ini diwartakan secara kuat lewat kanal-kanal informasi resmi. Pemerintah perlu mendorong penyebarluasan ini sampai ke akar rumput di mana terjadi kegelisahan masyarakat atas disinformasi yang beredar. Ini yang perlu dikerjakan segera agar masalah ini tidak berlarut-larut.