Manajemen Klub Sepakbola Persebaya melaporkan media Jawa Pos ke Polrestabes Surabaya pada Senin, 7 Januari 2019 atas berita berjudul ”Green Force Pun Terseret” edisi 6 Januari 2019. Berita tersebut merupakan hasil investigasi jurnalis Jawa Pos atas dugaan mafia bola saat Persebaya bertanding melawan Kalteng Putra pada 12 Oktober 2017.
Jawa Pos dilaporkan oleh Chandra Wahyudi selaku Manajer Persebaya atas dugaan melakukan fitnah dan pencemaran nama baik dalam pemberitaannya. Sesuai siaran pers yang dimuat di laman Persebaya, Jawa Pos dilaporkan dengan pasal 310-311 KUHP dan pasal 27 ayat 3 UU ITE karena dianggap melakukan fitnah dan mencemarkan nama baik. Atas laporan itu, Polrestabes Surabaya menerbitkan surat tanda terima laporan polisi bernomor STTLP/B/24/I/2019/JATIM/RESTABES SBY dan segera memprosesnya.
Pelaporan ini membuat situasi kebebasan pers di Indonesia semakin mengkhawatirkan. Selain kasus ini menjadi kasus pertama UU ITE di tahun 2019, kasus ini menambah daftar kasus jurnalis dan media yang dilaporkan dengan menggunakan UU ITE. “Pelaporan Jawa Pos ke kepolisian menjadi kasus pelaporan jurnalis dan media ke-17 dengan UU ITE yang telah terjadi selama ini. Situasi ini mencemaskan karena trennya selalu naik,” ujar Sekretaris Jendral SAFEnet Anton Muhajir.
Dalam laporan Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) tentang kebebasan pers di Indonesia, sejak 2008 sampai Desember 2018 telah terjadi 16 kasus hukum yang berupaya mempidanakan 14 jurnalis dan 7 media dengan pasal karet UU ITE.
SAFEnet menilai pelaporan Jawa Pos ke polisi adalah bentuk krimininalisasi yang melanggar UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers —jaminan atas kebebasan pers di Indonesia. Selain itu kriminalisasi tersebut mengancam hak kebebasan berekspresi Jawa Pos.
“Pengancaman pidana atas tulisan investigasi oleh Jawa Pos dengan pasal defamasi dalam UU ITE melanggar kebebasan pers dan hak kebebasan berekspresi yang telah dilindungi oleh undang-undang,” tegas Anton.
Berita investigasi yang diturunkan Jawa Pos adalah bagian dari fungsi pers dalam melakukan kontrol sosial yang dilindungi dalam Pasal 3 UU No. 40 Tahun 1999. Ditegaskan juga dalam Pasal 4 UU Pers bahwa untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
Pada Pasal 15 UU Pers juga mengatur bahwa setiap sengketa pers harus diselesaikan melalui Dewan Pers. Aturan ini juga dipertegas dengan adanya Nota Kesepahaman antara Kapolri dan Dewan Pers pada 9 Februari 2012.
Selain itu, SAFEnet menilai bahwa pemberitaan Jawa Pos tidak bisa dipidana dengan pasal karet UU ITE dan KUHP. Alasannya, pemberitaan Jawa Pos telah berdasarkan kaidah jurnalistik dan dilakukan demi kepentingan publik.
Dalam pasal 310 KUHP ayat (3) disebut perkecualian tindakan yang tidak dapat dipidana pencemaran nama baik. Pasal 310 ayat (3) berbunyi: “Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri.”
Atas pertimbangan-pertimbangan di atas, SAFEnet sebagai organisasi yang memperjuangkan hak-hak digital di Asia Tenggara meminta:
1) Polrestabes Surabaya tidak memproses laporan pemidanaan Jawa Pos sebagaimana tercantum pada pasal pengecualian 310 ayat (3) KUHP. Polrestabes Surabaya harus berpedoman pada UU Pers dan Nota Kesepahaman Kapolri-Dewan Pers yang isinya menyebutkan bahwa sengketa pemberitaan harus diselesaikan melalui Dewan Pers.
2) Dewan Pers untuk segera melindungi Jawa Pos sesuai UU Pers No. 40 Tahun 1999. Mengingat makin meningkatkan pemidanaan jurnalis dan media dengan pasal defamasi UU ITE, maka Dewan Pers harus mengeluarkan surat edaran untuk melindungi jurnalis dan media online.
3) Persebaya dan pihak-pihak pelapor agar menggunakan mekanisme hak jawab dan Dewan Pers sesuai yang diatur oleh UU Pers.
4) Organisasi masyarakat sipil agar memberikan dukungan kepada Jawa Pos demi melindungi kebebasan pers di Indonesia.
Denpasar, 10 Januari 2019