Kasus yang menimpa Ecky Lamoh bermula dari pengaduan Ecky ke Polres Bantul soal dugaan penipuan dan penggelapan disertai ancaman dengan Terlapor HS, DC, dan AI, pada 4 Oktober 2013. Namun, laporan itu lamban ditindaklanjuti.
Pada 22 September 2015, sekitar dua tahun sesudah laporan dilayangkan, Ecky mengunggah status di akun Facebook miliknya. Bunyi postingan pada 22 September 2015 tersebut: “Serse POLRES BANTUL meminta waktu gw untuk bisa dipertemukan dengan tersangka penipuan dan penggelapan sertipikat rmh gw yg juga pengancaman terhadap gw dan anak-anak gw yang masih 10 dan 12 thn. Pelakunya ipar gw sendiri (nama disamarkan). Anehnya mereka tidak ditahan padahal barbuk sudah jelas ada pada mereka. Gimana nih Kabareskrim yg baru?”
Lalu pada 3 Maret 2016 menulis lagi, “Pak Kapolri, wakapolri dan kabareskrim yth. Kami menanyakan kasus penipuan dan penggelapan sertipikat rmh kami yg disertai Pengancaman menghilangkan hak hidup kami sekeluarga yg pelakunya bernama (nama disamarkan), dengan oknum notaris (nama disamarkan) telah kami laporkan ke Polres Bantul. Tetapi pelaku kejahatan itu sekian lama tidak ditangkap juga, kenapa? Thanx”.
Namun karena 2 postingan tersebut, Ecky justru dilaporkan balik oleh HS ke Polda DIY pada awal Oktober 2017. Laporan di Polda DIY segera berlanjut dengan penetapan Ecky sebagai Tersangka pada 12 Oktober 2017. Ecky kemudian mengadu ke LBH Yogyakarta, pada 13 Oktober 2017 dan pihak LBH kemudan mendampingi Ecky dalam pemeriksaan sebagai tersangka mulai 16 Oktober 2017.
Sejak Mei 2018, Ecky Lamoh sudah dikenai wajib lapor ke Polda DIY dan berkas perkara dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Bantul.
Tanggal 28 Juni 2018, kasus ini mulai disidangkan di Pengadilan Negeri Bantul, Yogyakarta. LBH Yogyakarta mendampingi Ecky Lamoh sebagai penasihat hukum atas tuntutan pencemaran nama pasal 27 ayat 3 UU ITE dengan ancaman pidana maksimal 4 tahun dan atau denda Rp750 juta.