Presiden Harus Jamin Hak Privasi Warga

Presiden Harus Jamin Hak Privasi Warga Sekarang Juga!

Pernyataan Sikap DDRN: Presiden Harus Jamin Hak Privasi Warga Sekarang Juga!

Koalisi nasional dari 29 organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Jaringan Resiliensi Demokrasi Digital (DDRN – Digital Democracy Resilient Network) mendesak Presiden Prabowo segera menjamin hak privasi warga. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa sekalipun Undang-undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) telah lama rampung, namun baik lembaga Pelindungan Data Pribadi maupun peraturan teknis dalam bentuk Peraturan Pemerintah Pelindungan Data Pribadi (PP PDP) belum juga diterbitkan.

Situasi ini tentu disesalkan karena secara tata legislasi per 17 Oktober 2024, UU PDP otomatis berjalan, maka seharusnya lembaga PDP sudah terbentuk lewat Peraturan Presiden dan peraturan teknis PDP dalam Peraturan Pemerintah juga telah tersusun sesuai dengan amanat dari pasal 58 ayat 3 yang berbunyi “… Penyelenggaraan Pelindungan Data Pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh lembaga. Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Presiden” dan pasal 74 yang berbunyi “Pengendali Data Pribadi, Prosesor Data Pribadi, dan pihak lain yang terkait dengan pemrosesan Data Pribadi wajib menyesuaikan dengan ketentuan pemrosesan Data Pribadi berdasarkan Undang-Undang ini paling lama 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan”.

Selanjutnya DDRN juga mengkritik mengenai tidak transparannya proses penyusunan RPP PDP. Kementerian terkait yaitu Komdigi telah menyatakan bahwa RPP PDP tinggal menunggu waktu untuk disahkan. Maka kami bertanya-tanya: Apakah suara dari masyarakat sipil sudah diserap? Sudahkah representasi dari beragam latar belakang kepentingan diundang untuk memberi masukan, termasuk dari kelompok rentan dan disabilitas? Serta apakah sudah diberikan akses terbuka kepada publik untuk dapat melihat proses penyusunan RPP PDP tersebut? Karena tanpa transparansi, sebaiknya buka kembali pembahasan RPP PDP.

Sementara itu, DDRN menerima informasi bahwa di pelbagai tempat di tanah air, sudah marak terjadi kasus-kasus kriminalisasi menggunakan UU PDP, termasuk kriminalisasi dengan UU PDP terhadap jurnalis di Nusa Tenggara Timur pada tahun 2024 dan sejumlah kasus putusan di lingkungan peradilan umum yang dinilai salah dalam menafsirkan UU PDP.

DDRN juga menyoroti absennya Lembaga PDP dan peraturan teknis UU PDP telah menimbulkan ketidakpastian akan mekanisme pemrosesan data sensitif. Dengan ketiadaan dua hal penting tersebut, warga Indonesia tidak tahu siapa yang dapat dimintai pertanggungjawaban ketika terus menerus terjadi permasalahan terkait pelanggaran data pribadi, mulai dari kebocoran data PDNS 2, dugaan transaksi pertukaran data Indonesia dengan negara lain sebagai bahan negosiasi perdagangan, pencurian data biometrik dari warga, tersebarnya data dan reviktimisasi terhadap korban KBGO (termasuk penghapusan data yang sudah tersebar), kebocoran data rekam medis SIHA, dan kasus-kasus lainnya.

Maka atas dasar masalahan-masalah tersebut, Jaringan Resiliensi Demokrasi Digital (DDRN) menyatakan:

  1. Presiden harus segera membentuk lembaga PDP karena sudah melewati tenggat yang diamanatkan dalam Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi. Lembaga PDP yang dibentuk tersebut harus independen, imparsial, dan menjunjung tinggi nilai-nilai HAM, demokrasi digital, transparansi, akuntabilitas, serta inklusivitas.
  2. Tim Strategi Kebijakan Pelindungan Ruang Digital Komdigi harus segera mempublikasikan dokumen RPP PDP yang terbaru dengan akses terbuka kepada publik, menginformasikan perkembangan tahapan proses pembentukan RPP yang terbaru, membuka akses risalah rapat.
  3. Tim Strategi Kebijakan Pelindungan Ruang Digital Komdigi harus memastikan proses pembahasan RPP PDP melibatkan para pihak yang terdampak langsung dari penerapan UU PDP, termasuk kelompok keberagaman gender dan seksualitas, disabilitas, perempuan, masyarakat adat, jurnalis, seniman, dan akademisi. Komdigi harus menjamin prinsip partisipasi bermakna dan inklusif ditegakkan dengan menjamin disediakannya akomodasi yang layak.
  4. Komdigi harus segera membuat kanal informasi mengenai proses pembentukan RPP PDP yang andal, selalu diperbaharui, dan mudah diakses selambat-lambatnya 31 Desember 2025.
  5. Kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan, menjauhkan segala kemungkinan kriminalisasi dengan menggunakan UU PDP dan menghentikan kasus-kasus kriminalisasi yang tengah berjalan, serta memastikan penanganan segala bentuk intimidasi terhadap kelompok keberagaman gender dan seksualitas, disabilitas, perempuan, masyarakat adat, jurnalis, seniman, dan akademisi dilakukan secara transparan.

Agar keseluruhan tuntutan itu lekas terwujud untuk melindungi hak privasi warga, DDRN menghimbau dan mengajak seluruh elemen bangsa untuk bergerak bersama, terutama:

  1. Kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Komisi Nasional Disabilitas (KND), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Ombudsman RI, Komisi Informasi Pusat (KIP), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk ikut mendorong pembentukan lembaga PDP yang independen, imparsial, dan memiliki nilai-nilai HAM, demokrasi digital, transparansi, akuntabilitas, serta inklusivitas.
  2. Kepada Asosiasi Praktisi Perlindungan Data Indonesia (APPDI), Asosiasi Dosen Hukum Teknologi Informasi dan Komunikasi (ADHTIK), Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Center for Indonesia Strategic Development Initiative (CISDI), Constitutional and Administrative Law Society (CALS), Koalisi Seni, Indonesia e-Commerce Association (idEA), Financial Industry Data Protection and Privacy Network
    (FINDANET), FORMASI Disabilitas untuk ikut mendorong pembentukan lembaga PDP yang independen, imparsial, dan memiliki nilai-nilai HAM, demokrasi digital, transparansi, akuntabilitas, serta inklusivitas.
  3. Kepada Kompolnas, Komisi Kejaksaan, Komisi Yudisial, dan pemerhati hukum untuk mengawasi dan mengawal kasus-kasus kriminalisasi yang menggunakan UU PDP.
  4. Kepada pendamping korban, pendamping kelompok disabilitas, pendamping masyarakat adat untuk memberikan perhatian pada RPP PDP dan memberi masukan kepada Komdigi agar dokumen yang dihasilkan mengadopsi prinsip- prinsip pelindungan untuk kelompok rentan.
  5. Kepada rekan-rekan jurnalis dan para pemengaruh (influencer) yang peduli pada isu publik untuk ikut menyebarluaskan desakan mengenai pembentukan lembaga PDP dan transparansi penyusunan RPP PDP seluas-luasnya kepada publik.

Kami percaya dengan bergandengan tangan dan bergerak bersama mendesak para pemimpin bangsa Indonesia maka terjaminnya hak privasi warga akan benar-benar segera terwujud. Bila seluruh tuntutan dalam pernyataan sikap ini dipenuhi, maka krisis pelindungan data, kriminalisasi, dan ancaman kedaulatan digital Indonesia akan lekas teratasi.

Jakarta, 20 November 2025

Dinyatakan oleh Jaringan Resiliensi Demokrasi Digital, yang terdiri dari: Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Aliansi Mahasiswa Papua (AMP), Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jaringan Lembaga Bantuan Hukum Pers (LBH Pers), Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), Solidaritas Nasional Mahasiswa dan Pemuda Papua (Sonamappa), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Remotivi, Arus Pelangi, Public Virtue Research Institute (PVRI), Social Justice Indonesia (SJI), Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Pusat Inovasi Kecerdasan Artifisial, dan Teknologi (PIKAT) Demokrasi, Sasana Inklusi & Gerakan Advokasi Difabel (SIGAB) Indonesia, Extinction Rebellion (XR) Meratus, FeminisThemis, Flower Aceh, Institute Criminal for Justice Reform (ICJR), Koalisi Perempuan Indonesia, GeRAK Aceh, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Safer Internet Lab (SAIL), Yayasan Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (YPPM) Maluku, Serikat Sindikasi, KEMITRAAN Partnership

Untuk wawancara dan kebutuhan informasi, silakan kontak DDRN melalui: [email protected]