Tantangan dan Arah Kebijakan Pelindungan Data Pribadi Bagi Kelompok Rentan

Jejaring Advokat Hak Digital Paparkan Tantangan dan Arah Kebijakan Pelindungan Data Pribadi Bagi Kelompok Rentan

Pada 15 Juli 2025, Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) menyelenggarakan Diskusi Publik bertemakan Tantangan dan Arah Kebijakan Pelindungan Data Pribadi Bagi Kelompok Rentan. Diskusi ini menyampaikan temuan awal kertas kebijakan (policy paper) yang tengah disusun oleh Jejaring Advokat Hak Digital di berbagai daerah. Fokus kerta kebijakan ini adalah dalam menganalisis tentang perlindungan data bagi penyandang disabilitas dan kelompok keberagaman gender.

Penyusunan kertas kebijakan ini dilatarbelakangi oleh berkembang pesatnya teknologi digital dan semangat pemerintah untuk melakukan transformasi digital khususnya pada layanan publik. Namun, peristiwa kebocoran terus menerus terjadi. Di antaranya, pada 2021, BPJS Kesehatan mengonfirmasi terdapat 279 juta data penduduk bocor. Data ini mencakup NIK, nomor kartu BPJS, nama, alamat, dan bahkan nomor telepon. Sehingga, regulasi perlindungan data pribadi telah menjadi kebutuhan untuk menjadi payung hukum yang komperhensif.

Meskipun Indonesia telah memiliki Undang-Undang No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) dan saat ini tengah disusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) sebagai aturan pelaksananya, perlindungan yang komperhensif bagi kelompok rentan perlu dilihat lebih jauh sebagai bentuk afirmasi hak. 

Dalam temuan awal policy paper, Jejaring Advokat Hak Digital telah mengidentifikasi sejumlah kerentanan yang dialami oleh Disabilitas dan Keberagaman Gender. Mulai dari belum diakuinya data Disabilitas sebagai sebagai kategori khusus dalam UU PDP, masih terdapat diskriminasi algoritmik dan eksklusi digital, serta belum adanya mekanisme pengaduan dan pemulihan yang inklusif ketika terdapat pelanggaran hak digital seperti kebocoran data.

Selain itu, Jejaring Advokat Hak Digital juga mengidentifikasi bahwa kelompok keberagaman gender juga menghadapi kerentanan serius terkait perlindungan data pribadi. Kerentanan yang ditemukan di antaranya mereka sering menjadi korban kasus-kasus Kekerasan Gender Berbasis Online (KBGO) termasuk praktik outing dan doxing, serta berbagai bentuk perundungan dan persekusi digital yang memperkuat stigma negatif terhadap identitas mereka. Hal ini tentu patut menjadi perhatian khusus agar terdapat mekanisme juga perspektif yang inklusif untuk melindungi kerentanan Disabilitas dan kelompok keberagaman gender. 

Dalam forum ini, berbagai kelompok masyarakat sipil menyampaikan masukan untuk menyempurnakan policy paper ini. Harapannya, policy paper ini akan bermanfaat untuk mengadvokasi kebijakan afirmatif untuk kelompok rentan guna menciptakan payung hukum yang lebar untuk semua orang, demi menciptakan ruang digital yang bebas, aman dan setara.