Pada Oktober 2021-Januari 2022, SAFEnet telah melakukan rangkaian Pelatihan Keamanan Holistik di tiga lokasi, yakni Makassar, Surabaya dan Samarinda. Pelatihan ini melibatkan 38 peserta yang terdiri atas jurnalis, aktivis dan sosial komunikator yang memiliki risiko tinggi mengalami serangan dan ancaman selama menjalankan tugasnya.
Pelatihan yang diselenggarakan selama lima hari di masing-masing wilayah ini, antara lain dlselenggarakan di Makassar pada 1-5 November 2021, di Surabaya dilaksanakan pada 6-10 Desember 2021, dan di Samarinda dilaksanakan pada 10-14 Januari 2022. Pelaksanaan pelatihan di luar jaringan ini juga dilakukan dengan mematuhi protokol kesehatan ketat demi menghindari penularan virus Covid-19.
Kegiatan yang didukung oleh IREX ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman para pihak yang termasuk dalam kelompok kritis terkait pentingnya keamanan holistik yang mencakup keamanan fisik, digital, dan psikososial. Selain itu para peserta diharapkan dapat mengembangkan kemampuannya dalam menangani dan mengatasi isu terkait keamanan.
Dalam pelatihan yang dipandu oleh trainer dan co-trainer ini, peserta mendapatkan materi terkait keamanan fisik yang mencakup penilaian risiko, kesadaran situasional, perencanaan mitigasi risiko, serta penilaian keamanan bangunan dan lokasi. Sementara itu, pada materi keamanan digital melingkupi pengantar keamanan digital, keamanan perangkat, keamanan ponsel, keamanan akun dan keamanan komunikasi.
Tak kalah penting, materi psikososial juga disampaikan untuk memastikan para peserta memiliki kesadaran diri, dapat mengidentifikasi risiko emisional, mengenali dan memahami stress, serta memiliki resiliensi.
SAFEnet menilai pelaksanaan kegiatan ini sangat penting karena belakangan ini, organisasi masyarakat sipil di Indonesia menghadapi masifnya ancaman fisik dan serangan digital. Serangan ini semakin kerap dialami kelompok kritis, termasuk aktivis, jurnalis, perempuan dan kelompok rentan lain di Indonesia.
Bentuk serangan digital yang telah terjadi bermacam-macam, mulai dari akun peniru (impersonator), mengunggah informasi personal tanpa persetujuan (doxing), persekusi, menggunakan fake news/misinformasi/disinformasi sebagai senjata (weaponization of social media), peretasan, hingga penyadapan dan pengawasan secara ilegal.
Dalam catatan SAFEnet, intensitas serangan digital yang diarahkan kepada aktivis, jurnalis, perempuan dan kelompok rentan ini kerap terjadi pada momentum peristiwa sosial dan politik yang terjadi di Indonesia, termasuk dalam aktivitas pemilihan daerah maupun pemilihan nasional. Belakangan yang mencuat ke permukaan dan penting untuk dimitigasi adalah persoalan peretasan digital lewat Whatsapp dan sejumlah aplikasi pesan yang digunakan aktivis, jurnalis untuk berkoordinasi. Modus baru yang terjadi kini adalah terjadinya peretasan akan disusul dengan terjadinya kriminalisasi.
Berbagai macam risiko yang berpotensi mengancam keselamatan fisik dan insiden di ranah maya juga banyak mengganggu kesehatan mental dan psikososial. Hal ini tentunya akan mempengaruhi kerja-kerja dalam upaya mengadvokasi kebebasan berekspresi dan hak asasi manusia secara umum.
Untuk itu, kemampuan meminimalisasi risiko dan menangani ancaman harus dipahami secara holistik dan menyeluruh antara keamanan fisik, digital dan psikososial karena ketiganya merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dilepaskan.