Dugaan pemerkosaan terjadi di Luwu Timur provinsi Sulawesi Selatan menjadi sorotan publik akhir-akhir ini setelah beritanya diangkat di Project Multatuli. Ada tiga anak terduga korban (di bawah umur) dan terduga pelaku adalah ayah kandung sendiri yang bekerja sebagai aparatur sipil negara di daerah setempat.
Pada tanggal 6 Oktober 2021 berita tersebut menjadi viral dan Project Multatuli sebagai media yang mengangkat berita dugaan pemerkosaan itu mendapatkan serangan cyber berupa DDoS (membuat website tidak dapat diakses dalam beberapa waktu).
Pada tanggal 16 Oktober kami mendapatkan informasi bahwa terduga pelaku melaporkan Lidia bukan nama sebenarnya ibu terduga korban pemerkosaan dan Project Multatuli ke Dit Reskrimsus Polda Sulawesi Selatan atas dugaan tindak pidana pencemaran nama baik melalui ITE.
Berdasarkan kronologi di atas kami bersikap:
- Menghentikan penyelidikan Ibu terduga korban pemerkosaan berdasarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Komunikasi Dan Informatika Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, Dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (SKB Pedoman UU ITE) yang mengatur bahwa: Dalam hal fakta yang dituduhkan merupakan perbuatan yang sedang dalam proses hukum maka fakta tersebut harus dibuktikan dulu kebenarannya sebelum Aparat Penegak Hukum memproses pengaduan atas delik penghinaan dan/ pencemaran nama baik UU ITE.
- Pelaporan narasumber berita dan Project Multatuli mengancam kebebasan pers. Seharusnya kasus ini menggunakan jalur sengketa pers dan harus melibatkan Dewan Pers. Hal ini dijamin dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 Tentang Pers.
- Mendesak pemerintah untuk segera menghapus atau merevisi pasal-pasal karet dalam UU ITE.
Jakarta, 19 Oktober 2021.
Paguyuban Korban UU ITE (PAKU ITE)