Akibat memberi pernyataan dalam WhatsApp Group UnsyiahKita dan Whatsapp Group Pusat Riset dan Pengembangan mengenai kejanggalan proses penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di Fakultas Teknik, dosen Unsyiah Kuala Dr Saiful Mahdi dilaporkan ke polisi oleh Dekan Fakultas Teknik Unsyiah Kuala Taufik Saidi dengan tuduhan pencemaran nama baik.
Kejadian ini bermula pada bulan Oktober 2018, saat diumumkan hasil rekrutmen dosen di Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala, yang mengikuti skema seleksi penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil. Saat itu ada seorang dosen muda bernama Trisna yang merupakan dosen non-PNS dan sudah mengajar selama labih kurang 2 (dua) tahun di Fakultas Teknik Industri namun tidak berhasil lolos tes CPNS di tahapan subyektif, sekalipun dalam tahapan objektif yakni tes TKD memperoleh nilai tertinggi di Fakultas Teknik industri dan nomor 2 tertinggi di tingkat Universitas Syiah Kuala.
Merasa ada kejanggalan dalam proses tersebut yang tidak bisa diterima dengan berbekal ilmu statistika yang dikuasainya, Dr Saiful Mahdi kemudian memosting pendapat di dalam WA Groups UnsyiahKita. Isinya: “Innalillahi wainna ilaihi rajiun. Dapat kabar duka matinya akal sehat dalam jajaran pimpinan FT Unsyiah saat tes CPNS kemarin. Bukti determinisme teknik itu sangat mudah dikorup?
Gong Xi Fat Cai!!!
Kenapa ada fakultas yang pernah berjaya kemudian memble? Kenapa ada fakultas baru begitu membanggakan? Karena meritokrasi berlaku sejak rekrutmen. Hanya para medioker atau yang terjerat “hutang” yang takut meritokrasi”.
Akibat dari postingannya di Group WhatsApp “UnsyiahKITA” dan Group WhatsApp “Pusat Riset dan Pengembangan” tersebut, Dr Saiful Mahdi kemudian diadukan oleh Dekan Fakultas Teknik Unsyiah Kuala Taufik Saidi ke Senat Universitas, dan kemudian Saiful Mahdi dipanggil oleh Komisi F Senat Univeristas, pada tanggal 18 Maret 2019. Selanjutnya Rektor Universitas Syiah Kuala pada awal bulan Mei 2019 mengirimkan surat kepada Dr Saiful Mahdi perihal Teguran Pelanggaran Etika Akademik tertanggal 6 Mei 2019.
Kemudian pada Juli 2019, Dr Saiful Mahdi mendapat surat panggilan dari Kepolisian, dimana ia diminta hadir di Kepolisian Resor Kota Banda Aceh pada hari Kamis tanggal 4 Juli 2019, untuk dimintai keterangan sebagai saksi terlapor dalam perkara dugaan tindak pidana Pencemaran Nama Baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) Undang-undang RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Undang- undang RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaski Elektronik.
Dalam pemeriksaan di Kepolisian, Dr Saiful Mahdi menjelaskan bahwa pada saat memposting tulisan tersebut di Grup Whatsapp UnsyiahKita tidak berniat menuduhkan apapun kepada Dekan Fakultas Teknik Taufik Saidi dan membayangkan wajah Taufik Saidi pun tidak, karena memang antara Dr Saiful mahdi dan Taufik Saidi tidak pernah bersinggungan baik secara individu maupun secara instansi Unsyiah dan pernah melakukan aktifitas bersama sebagai dosen di Unsyiah.
Selanjutnya pada tanggal 11 Juli 2019, Penyidik kembali mengirimkan surat pemanggilan sebagai saksi untuk kedua kalinya dengan pasal dan UU yang sama dan para penyidik meminta waktu untuk melakukan gelar perkara terkait status Saksi (Saiful Mahdi) selanjutnya.
Pada tanggal 30 Agustus 2019 Saiful Mahdi kembali mendapatkan panggilan sebagai Tersangka untuk pemeriksaan tanggal 2 September 2019, dengan pasal dan undang-undang yang sama, yaitu dalam perkara dugaan tindak pidana Pencemaran Nama Baik dengan menggunakan sarana elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) Undang-undang RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-undang RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaski Elektronik.
Pada 20 November 2019, Penyidik Menyampaikan surat Panggilan tertanggal 19 November 2019 untuk dilakukan serah terima Tersangka dan Barang Bukti ke Kejaksaan Negeri Banda Aceh pada tanggal 27 November 2019.
Mulai 17 Desember 2019, sidang pertama dimulai. Pada Januari 2019, kasus sudah masuk agenda persidangan dengan pemeriksaan saksi-saksi fakta dari Jaksa Penuntut Umum. Dr Saiful Mahdi menghadapi ancaman hukuman empat tahun pidana dan atau denda sebanyak Rp 750.000.000 atas pencemaran nama baik.