Tim Pembela Kebebasan Pers — terdiri dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan SAFEnet sebagai penggugat dan LBH Pers, YLBHI, Kontras, Elsam dan ICJR sebagai kuasa hukum — menggugat Presiden RI dan Menteri Komunikasi dan Informatika RI atas dugaan Perbuatan Melanggar Hukum (PMH) terkait kebijakan pemutusan akses internet di Papua dan Papua Barat, ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada Kamis, 21 November 2019. Gugatan telah diterima dengan nomor register 230/G/2019/PTUN-JKT.
Gugatan ini diajukan setelah pemerintah tidak menanggapi keberatan TIM Pembela Kebebasan Pers atas kebijakan internet di Papua pada 4 September 2019. Padahal kebijakan internet di Papua dan Papua Barat telah mengakibatkan wartawan, khususnya di wilayah Papua dan Papua Barat tidak bisa melakukan pekerjaan sehari-hari untuk memenuhi hak informasi masyarakat karena ketiadaan internet.
Tim Pembela Kebebasan Pers melihat kebijakan ini sebaga upaya sistematis dan terencana untuk membungkam dan menghalang-halangi pekerjaan wartawan. Padahal pekerjaan wartawan dilindungi oleh hukum.
Hal ini seperti dinyatakan dalam Pasal 8 UU Pers No. 40/1999 yang menyatakan: “dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum” dan Pasal 4 ayat 3 yang menyatakan: Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
Kebijakan ini juga membuat masyarakat menjadi terhalang-halangi keinginannya mendapat informasi sebab wartawan yang bersangkutan tidak bisa bekerja akibat tidak adanya akses internet. Akibatnya masyarakat dan pembaca mengalami kesulitan memutuskan informasi apa yang benar dan apa yang salah. Informasi yang terdistorsi membuat putusan dan penilaian yang diambil juga terdistorsi.
Atas dasar tersebut, TIM Pembela Kebebasan Pers berharap majelis hakim PTUN Jakarta mengabulkan gugatan dan menghukum Presiden RI dan Menteri Komunikasi dan Informatika RI tidak mengulangi kebijakan internet shutdown di seluruh wilayah Indonesia.
TIM Pembela Kebebasan Pers juga memohon majelis hakim PTUN Jakarta untuk menghukum para tergugat meminta maaf secara terbuka kepada masyarakat Indonesia khususnya Papua dan Papua Barat dan tanggung renteng di 3 media cetak Nasional.
Ringkasan Gugatan atas Tindakan Pemutusan Akses Internet
Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta
Register 230/G/2019/PTUN-JKT
Perihal : Gugatan Legal Standing (Hak Gugat Organisasi)
Penggugat (Prinsipal) : Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Pembela Kebebasan Berekspresi Asia Tenggara (SAFEnet)
Penasehat Hukum : LBH Pers, KontraS, YLBHI, ICJR, dan Elsam.
Tergugat : Presiden RI dan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo)
Objek Gugatan
Gugatan ini ditujukan terhadap tindakan para Tergugat pada 19 Agustus 2019 yang melakukan throttling atau pelambatan akses/bandwidth di beberapa wilayah Papua Barat dan Papua. Tindakan itu dilakukan hanya melalui Siaran Pers No. 154/HM/KOMINFO/08/2019. Serta pemutusan akses internet secara menyeluruh di Papua dan Papua Barat. Yang juga melalui siaran Pers No. 155/HM/KOMINFO/08/2019, pada tanggal 21 Agustus.
Tindakan throttling diklaim untuk mencegah luasnya penyebaran hoaks yang memicu aksi protes. Sementara pemutusan akses internet sebagai tindakan lanjutan bertujuan untuk mempercepat proses pemulihan situasi keamanan dan ketertiban di Papua. Terdapat sebanyak 29 kota dan kabupaten di Provinsi Papua dan 13 kabupaten kota di Papua Barat terdampak pemutusan akses internet.
Objek gugatan merupakan tindakan Pemerintah yang dikategorikan sebagai Sengketa Perbuatan Melanggar Hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan (Onrechtmatige Overheidsdaad) sebagaimana dalam Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2019 Tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Tindakan Pemerintah dan Kewenangan Mengadili Perbuatan Melanggar Hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintah.
Presiden sebagai atasan Menkominfo mengetahui adanya tindakan pemblokiran internet. Terbukti melalui konferensi pers yang digelar 22 Agustus 2019 di Istana Kepresidenan Bogor yang menyatakan “Blokir Internet di Papua dan Papua Barat itu untuk kepentingan kebaikan kita bersama.” Dengan adalan ini, Presiden juga digugat selain Kemkominfo, lantaran tidak melakukan pencegahan, meski mengetahui.
Kepentingan Para Tergugat yang Dirugikan
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) merupakan organisasi wartawan yang memperjuangkan kemerdekaan pers dan kebebasan berekspresi. AJI memiliki anggota sebanyak 1.846 (seribu delapan ratus empat puluh enam ribu) di seluruh Indonesia dan khusus di wilayah Papua sebanyak 25 (dua puluh lima) wartawan.
Sementara SAFEnet merupakan organisasi yang fokus serta konsisten melakukan advokasi dan edukasi untuk memperjuangkan hak-hak digital, berupa hak untuk berekspresi, hak mengakses informasi dan hak atas rasa aman. SAFEnet sendiri memiliki anggota sebanyak 35 (tiga puluh lima) orang di seluruh Indonesia dan diantaranya 2 (dua) orang di perwakilan Jayapura.
Akibat perbuatan tergugat, wartawan pada umumnya dan khususnya di wilayah Papua dan Papua Barat tidak bisa melakukan pekerjaan sehari-hari untuk memenuhi hak informasi masyarakat. Kondisi itu karena ketidakadaan atau keterbatasan akses internet. Kesulitan tersebut tercermin berdasarkan komunikasi antara wartawan di lapangan dengan pimpinan redaksi, kesulitan menghubungi narasumber untuk proses konfirmasi berita, mengunduh berita ke media online dan menyebarkan berita melalui medium internet.
Padahal pekerjaan wartawan dilindungi oleh hukum. Seperti dinyatakan dalam Pasal 8 UU Pers No. 40/1999 yang menyatakan: “dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum” dan Pasal 4 ayat 3 yang menyatakan: Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
Selain berdampak pada sektor kebebasan pers, pemblokiran juga mengakibatkan terhambatnya sistem pelayanan publik yang mengandalkan internet seperti e-budgeting, e-planning, e-commerce dll.
Alasan Gugatan (Posita)
Tindakan pelambatan dan pemutusan akses internet merupakan tindakan yang bertentangan dengan Peraturan Perundang-Undangan. Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan yang dilanggar seperti Undang – Undang No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 73 yang mengatur tentang pembatasan dan larangan yang hanya dapat dibatasi oleh dan berdasarkan undang – undang.
Kemudian Pasal 4 ayat (1) Undang – Undang No 40 tahun 1999 tentang Pers, Pasal 19 ayat 3 Undang – Undang No 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak – Hak Sipil dan Politik, khususnya yang terkait kebebasan untuk mencari, menerima dan memberikan informasi dapat dikenai pembatasan sepanjang dapat dilakukan sesuai dengan hukum, Pasal 1 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – Undang No 23 Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya yang menegaskan Pengumuman pernyataan atau penghapusan keadaan bahaya dilakukan oleh Presiden bukan melalui siaran pers.
Serta bertentangan dengan Asas-Asas Pemerintahan Umum yang Baik secara formil dan materiil. Sebab pelambatan dan pemutusan akses internet yang dilakukan para tergugat bertentangan dengan Asas Kepastian Hukum,Asas Kepentingan Umum, Asas Kecermatan, Asas Keterbukaan, Asas Tidak Menyalahgunakan Kewenangan,Asas Pelayanan Yang Baik, Asas Tertib Penyelenggaraan Negara.
SUBSIDAIR
Apabila Majelis Hakim di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta berpendapat lain maka kami mohon putusan yang seadil-adilnya (Et Aequo Et Bono).
Tuntutan (Petitum)
1. Mengabulkan gugatan PARA PENGGUGAT untuk seluruhnya;
2. Menyatakan perbuatan PARA TERGUGAT adalah PERBUATAN MELANGGAR HUKUM OLEH BADAN DAN ATAU PEMERINTAHAN;
3. Menghukum PARA TERGUGAT menghentikan dan tidak mengulangi seluruh perbuatan dan/atau tindakan pelambatan dan/atau pemutusan akses internet di seluruh wilayah Indonesia;
4. Menghukum PARA TERGUGAT meminta maaf secara terbuka kepada masyarakat Indonesia khususnya Papua dan Papua Barat dan tanggung renteng di 3 media cetak Nasional (Koran Tempo, The Jakarta Post, dan Kompas), seluas 1/6 hal berupa Permintaan Maaf kepada seluruh pekerja pers dan 6 stasiun televisi (Metro TV, RCTI, SCTV, TV ONE, TRANS TV dan Kompas TV, maksimal 1 bulan setelah putusan, Penyiaran pada 3 Stasiun Radio (Elshinta, KBR dan RRI) selama 1 Minggu, dengan redaksi sebagai berikut :
“Kami Pemerintah Republik Indonesia dengan ini menyatakan : “Meminta Maaf kepada Seluruh Pekerja Pers dan Warga Negara Indonesia atas tindakan Kami yang TIDAK PROFESIONAL dalam melakukan pemblokiran layanan data untuk wilayah Papua dan Papua Barat.”
5. Menyatakan putusan atas gugatan ini dapat dilaksanakan lebih dahulu walaupun ada upaya hukum;
6. Menghukum PARA TERGUGAT untuk membayar biaya perkara secara tanggung renteng.
TIM PEMBELA KEBEBASAN PERS
SAFEnet, Aliansi Jurnalis Independen, KontraS, YLBHI, ICJR, Elsam