DOKTER OTTO RAJASA DIPERSEKUSI DI BALIKPAPAN
Berawal dari postingan Dokter Otto Rajasa di Facebook yang berpendapat bahwa ibadah haji bisa dilakukan di Jakarta untuk yang tidak mampu, persekusi pun menimpanya. Bahkan, postingan pada Jumat, 4 November 2016, ketika di Jakarta berlangsung demonstrasi, yang dilakukan seorang dokter yang bekerja di sebuah perusahaan asing di Balikpapan ini berujung kriminalisasi.
Pemenjaraan dilakukan setelah terjadi mobilisasi massa yang menuntut agar dr. Otto ditahan. Saat ini dr. Otto dipenjara di Rumah Tahanan Negara Kelas II-B Balikpapan.
Dr. Otto dijerat Pasal 28 (2) jo pasal 45 (2) Undang-Undang Nomor 11/2008 tentang ITE, dengan ancaman pidana penjara enam tahun, dan Pasal 156 (a) KUHP tentang Penodaan Agama, dengan ancaman hukuman lima tahun penjara.
Sejak Desember 2016 ketidaksukaan beberapa pihak terhadap Otto Rajasa dan postingannya tersebut berlanjut dengan proses pemanggilan terhadap Otto oleh MUI atas laporan Trimuji dan H Indra. Meski dr. Otto sudah meminta maaf, keduanya bersama warga lainnya tetap melaporkan dr. Otto ke Polres Balikpapan.
Tidak berhenti di situ, keduanya melaporkan dr. Otto ke Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Balikpapan lantas bersurat ke pihak perusahaan dr. Otto bekerja. Tujuan mereka agar Otto dikeluarkan dari tempat kerjanya. Dr. Otto pun mengundurkan diri dari pekerjaannya.
Mobilisasi massa juga terjadi dalam persidangan kedua, karena dalam persidangan pertama massa yang demonstrasi “terkecoh” datang setelah sidang bubar. Sejak persidangan kedua inilah status dr. Otto sebagai tahanan kota berubah. Ketua Majelis Hakim Aminuddin SH MH mengatakan, terdakwa mulai ditahan di Rumah Tahanan Kelas II-B Balikpapan terhitung sejak tanggal 23 Mei 2017. Alasannya, terdakwa Otto dikhawatirkan akan melarikan diri selama menjalani penuntutan dan pemeriksaan selama persidangan.
ANCAMAN PEMBUNUHAN
Kuasa hukum dokter Otto, Mulyati SH CIL dan Yeni Yulianti Santi SH, mengungkapkan selama berada di dalam rutan kliennya kerap mendapat ancaman pembunuhan. Bentuk-bentuk ancaman terhadap Otto yang dilakukan para penghuni rutan mulai dari pemukulan hingga akan dibunuh. Ironisnya, warga binaan yang melakukan intimidasi itu mengaku disuruh seseorang.
Karena itu kuasa hukum berencana mengajukan pengalihan tahanan. Namun, dr. Otto sendiri menolaknya.
Untuk itu, aparat kepolisian dan ketua Rumah Tahanan Kelas II-B Balikpapan harus menjamin keselamatan dr. Otto Rajasa. Begitupun Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban harus proaktif memberikan perlindungan terhadap dr. Otto.
KORBAN PERSEKUSI
Dari konstruksi peristiwa sebagaimana dipaparkan di atas, maka dr. Otto Rajasa adalah korban persekusi. Sejak awal, dr. Otto menjadi target kebencian karena pendapatnya di media sosial yang cukup kritis terhadap ortodoksi atau keyakinan agama mainstream, yang melawan arus dan dukungan politik seputar pilkada di DKI Jakarta.
Penggiringan opini disertai mobilisasi massa yang menuduh dr. Otto menista agama dilakukan secara sistematis dengan target agar perusahaan tempatnya bekerja mengeluarkan Otto dan merampas hak dan kebebasan fundamentalnya: berpendapat. Tentu saja, target utama pihak-pihak yang memobilisasi adalah penahanan dr. Otto. Tidak cukup sampai di situ, intimidasi pun kerap didapat dr. Otto. Bahkan selama di tahanan dr. Otto diancam akan dibunuh.
Maka, seharusnya negara tidak mengkriminalisasi dr. Otto Rajasa yang merupakan korban perseskusi. Sebaliknya, negara harus melindungi dan membebaskan dr. Otto Rajasa.
Jakarta, 7 Juni 2017
Koalisi Anti Persekusi
Gerakan Anti Intoleransi (GERAI) Balikpapan