Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Bali diminta lebih bijak dalam menangani kasus-kasus terkait laporan Undang-Undang (UU) No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Selain berpotensi mengekang kebebasan berekspresi dan menyatakan pendapat sebagai pilar demokrasi, pelaporan pun justru berpotensi menyulut isu suku, agama, ras, dan antar-golongan (SARA).
Permintaan itu disampaikan Koordinator Solidaritas Bali untuk Kebebasan Berekspresi (SOBEK) Nyoman Mardika pada Jumat (19/8) saat beraudiensi dengan Kapolda Bali Irjen Pol Sugeng Priyanto. “Saat ini laporan pelanggaran UU ITE sepertinya akan menjadi tren. Padahal masih ada hal yang bias atau multitafsir dalam UU itu,” kata Mardika.
Hal yang bias itu antara lain dalam pasal 27 ayat 3 tentang pencemaran nama baik dan pada pasal 28 tentang penyebaran informasi yang menimbulkan rasa kebencian dan permusuhan. Pasal-pasal tersebu cenderung digunakan untuk melawan kritik atau pendapat yang bertentangan dengan kekuasaan.
Kehadiran SOBEK sendiri untuk menyampaikan keresahan karena di Bali sudah muncul kasus-kasus semacam itu dengan dilaporkannya akun Facebook Aridus Jiro milik Made Sudira oleh Kepala Bagian Humas Pemprov Bali Dewa Gede Mahendra. Padahal, menurut SOBEK, status Aridus lebih merupakan pertanyaan atas kebijakan pejabat publik. Belakangan pernyataan itu dikait-kaitkan dengan masalah SARA.
Selain itu, SOBEK juga menyampaikan keprihatinan atas adanya pelaporan oleh Pos Perjuangan Rakyat (Pospera) terhadap Wayan “Gendo” Suardana atas kicauannya di Twitter. Sebab, dalam penilaian SOBEK, pernyataan Gendo adalah penyampaian aspirasi yang tidak bertendensi untuk menghina suku atau ras tertentu.
SOBEK sendiri terdiri dari sejumlah elemen, yakni Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Bali, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bali, Yayasan Manikaya Kauci, Yayasan Bintang Gana, Himpunan Advokad Muda Indonesia (HAMI) Bali, Kongres Advokat Indonesia (KAI), Sloka Institute, South East Asian Pacific Alliance (SEAPA), Lembaga Advokasi Buruh (LAB), Eksponen Jurnalis Dukung Kebebasan Berekspresi (EJDKB), dan Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFENET).
Menanggapi pernyatan SOBEK, Kapolda menegaskan bahwa aparat kepolisian adalah pejabat eksekutif di bidang penekan hukum dan memiliki kewajiban untuk merespon apapun laporan masyarakat. Laporan itu kemudian akan diproses apakah layak untuk dilanjutkan atau tidak sesuai dengan ketentuan perundangan. “Kalau memang tidak layak ya akan dihentikan,” ujarnya.
Namun pihaknya menjamin, akan mencegah upaya-upaya untuk mengembangkan satu kasus ke isu SARA bila memang tidak ada kaitannya sama sekali. “Kita ini selalu berusaha menjaga NKRI dengan keberagaman yang ada. Kalau ada masalah individual lalu dibawa kesitu pasti akan kita cut,” ujarnya.
Sementara itu, mengenai kasus akun Aridus Jiro, Direskrimsus Polda Bali Kombes Pol Kenedy yang mendampingi Kapolda menyatakan, sampai saat ini belum ditemukan bukti-bukti adanya pelanggaran pidana Pasal 27 ayat 3 UU ITE tentang pencemaran nama baik. Demikian juga dengan pelanggaran pasal 28. “Kami juga sudah mendatangkan saksi ahli bahasa dalam proses ini,” ujarnya.