Rakyat Menolak Diam dan Dibungkam!
Pelarangan, pembubaran acara-acara diskusi, pemutaran film maupun kegiatan berekspresi lainnya dengan tuduhan ‘komunis’ dalam beberapa bulan terakhir masih menimbulkan rasa risau. Kerisauan ini karena orang kembali mengingat pada sejarah panjang pemerintahan Soeharto dalam rezim Orde Baru dalam memberangus demokrasi dan meninggalkan banyak korban, mulai dari pembantaian tahun 1965-1966 hingga 32 tahun pemerintahannya.
Kerisauan ini muncul lagi karena selama ini sekalipun Soeharto sudah lengser pada tahun 1998 dan Orde Baru digantikan pemerintahan sipil lain, tapi praktek impunitas telah terjadi. Para pemberangus demokrasi dan pelaku kekerasan terhadap rakyat masih didiamkan. Keadilan tak kunjung tegak kepada korban.
Yang terjadi justru, masyarakat semakin ragu dan berpikir para pelaku pemberangusan demokrasi dan kekerasan rakyat yang belakangan ini juga akan didiamkan seperti para pendahulunya. Pelbagai pembenaran kekerasan/pemberangusan demokrasi justru kian sering kita dengar dari aparat: ‘agar situasi kondusif’ atau ‘karena ada penolakan dari unsur masyarakat’. Argumentasi tersebut memperlihatkan bahwa aparat justru membekingi unsur masyarakat yang anti-demokrasi.
Oleh karena itu, Gema Demokrasi menilai meningkatnya tindakan militerisme dan pemberangusan demokrasi di tahun ini dikarenakan masih dibiarkannya praktek impunitas dan dipertahankannya dan diperkuatnya struktur komando teritorial yang mendorong ikut campurnya tentara dalam urusan-urusan sipil.
Pelbagai kasus yang terjadi belakangan ini, mulai dari pelarangan pemutaran film Buru Tanah Air Beta di Festival Film Purbalingga, intimidasi pada wartawati Rappler.com Febriana Firdaus pada pelaksanaan Simposium Pancasila, penangkapan 65 orang di Sentani Papua ketika sedang membagikan selebaran dan 4 orang di Nabire Papua saat mengantar surat pemberitahuan aksi ke kantor polisi, dan intimidasi pada aktivis Bali Tolak Reklamasi saat menonton PKB memperlihatkan situasi di mana peran militer/aparat serta kelompok anti-demokrasi signifikan dan seolah tak tersentuh hukum di negara ini.
Di luar itu, Gema Demokrasi juga melihat tidak berjalannya kontrol negara terhadap tentara dan praktek pemberian karpet merah kepada masuknya militer dalam ranah kehidupan sipil.
Pertama, dengan dibiarkannya tentara melahirkan kesepakatan-kesepakatan kerjasama bisnis dengan berbagai pihak dan menjalankan apa yang tampak seperti ‘bisnis keamanan’.
Kedua, naiknya belanja anggaran TNI dalam RAPBN 2016, sementara belanja fungsi atau mandatory spending untuk masyarakat di bidang pendidikan, kesehatan, jaminan sosial, dan pelayanan umum yang justru dikurangi. Sebagai catatan bahwa anggaran TNI pada 2014 sebesar 0,78% dari produk domestik bruto (PDB). Kemudian 2015 naik menjadi 0,89%, dan pada 2016 anggaran TNI mencapai 1,1% dari PDB. Pada 2017 anggaran TNI ditargetkan bisa mencapai 1,5% dari PDB dengan catatan pertumbuhan ekonomi di atas 6%. Jumlah tersebut setara dengan Rp 250 triliun.
Ketiga, dilibatkannya KODAM dalam program bela negara yang dicanangkan oleh Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu seperti yang terjadi di Bali belakangan ini, di mana dalam program Bela Negara, tentara akan melatih gangster untuk berlatih senjata api.
Di samping itu, Gema Demokrasi juga mengkritisi hadirnya peraturan-peraturan yang berpotensi mengekang hak rakyat untuk berkumpul dan mengeluarkan pendapat, mulai dari UU Ormas, UU ITE, RUU Keamanan Nasional, sampai pada prosedur-prosedur kepolisian yang jelas-jelas memberangus demokrasi.
Gema Demokrasi masih belum melihat negara hadir untuk menjunjung tinggi demokrasi, terutama memberi perlindungan kepada warga untuk berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Oleh karena itu, lewat aksi hari ini, Gema Demokrasi mengingatkan pemerintah untuk menghormati hak berdemokrasi warga negaranya, mencabut impunitas para pemberangus demokrasi dan pelaku kekerasan, segera memberi sanksi kepada pihak-pihak yang bersikap anti-demokrasi, sekaligus mencegah kembalinya militer di dalam urusan-urusan sosial-politik.
Lewat aksi ini juga merupakan seruan kepada rakyat bahwa Demokrasi hanya mungkin tegak jika rakyat berinisiatif melakukan perlawanan terhadap tindak-tindak militerisme, dan tidak lengah untuk tetap merapatkan barisan demokrasi!
Rapatkan barisan, rebut demokrasi!
Jakarta, 15 Juni 2016
Narahubung:
1. Asep Komarudin : 081310728770
2. Alghifari Aqsa : 081280666410
GEMA DEMOKRASI adalah gerakan masyarakat yang lahir sebagai respon atas berbagai tindakan pemberangusan hak rakyat untuk berkumpul, berpendapat, dan berekspresi yang dilindungi oleh konstitusi, namun direpresi oleh kekuatan anti-demokrasi.
Anggota GEMA DEMOKRASI terbuka bagi seluruh elemen rakyat demokratik, baik itu organisasi maupun individu. Saat ini, GEMA Demokrasi terdiri dari:
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Aliansi Mahasiswa Papua (AMP), Arus Pelangi, Belok Kiri Festival, Desantara, Federasi SEDAR, Federasi Mahasiswa Kerakyatan (FMK), Forum Solidaritas Yogya Damai (FYSD), Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA), Garda Papua, Gereja Komunitas Anugrah (GKA) Salemba, Gabungan Solidaritas Perjuangan Buruh (GSPB), Gusdurian, Institute for Criminal Justice Reform (IJCR), Imparsial, Indonesian Legal Roundtable (ILR), INFID, Institut Titian Perdamaian (ITP), Integritas Sumatera Barat, International People Tribunal (IPT) ’65, Jaringan Kerja Lembaga Pelayanan Kristen (JKLPK) Indonesia, Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), KPO-PRP, komunalstensil, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Komite Perlindungan Jurnalis dan Kebebasan Berekspresi (KPJKB) Makassar, Komunitas Buruh Migran (KOBUMI) Hongkong, Konfederasi Pergerakan Rakyat Indonesia (KPRI), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), LBH Pers, LBH Pers Ambon, LBH Pers Padang, LBH Jakarta, LBH Bandung, LBH Yogya, LBH Semarang, Lembaga Informasi Perburuhan Sedane (LIPS), Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), Lembaga Studi Pers dan Pembangunan (LSPP), Papua Itu Kita, Partai Pembebasan Rakyat (PPR), Partai Rakyat Pekerja (PRP), PEMBEBASAN, Perempuan Mahardhika, Perpustakaan Nemu Buku – Palu, Pergerakan Indonesia, Politik Rakyat, Pusat Perjuangan Rakyat Indonesia (PPRI), PULIH Area Aceh, PurpleCode Collective, Remotivi, Sanggar Bumi Tarung, Satjipto Rahardjo Institut (SRI), Serikat Jurnalis Untuk Keragaman (SEJUK), Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI), Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFENET), Sentral Gerakan Mahasiswa Kerakyatan (SGMK), Sentral Gerakan Buruh Nasional (SGBN), Suara Bhinneka (Surbin) Medan, Serikat Kebudayaan Masyarakat Indonesia (SeBUMI), Serikat Buruh Bumi Manusia-Nanbu (SEBUMI-NANBU), Solidaritas.net, Taman Bacaan Kesiman, Ultimus, Yayasan Bhinneka Nusantara, Yayasan Satu Keadilan, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Yayasan Manikaya Kauci, YouthProactive dan individu-individu yang peduli pada masa depan demokrasi Indonesia.
GEMA DEMOKRASI Gerakan Masyarakat untuk Demokrasi.
Sekretariat Bersama: Jl. Diponegoro No. 74, Jakarta
E-mail: [email protected] gemademokrasi.net