1 Pasal Represif, 25 Korban, Lalu Berapa Lagi yang Akan Di-Prita-kan?
Masih ingat Prita Mulyasari? Ibu rumah tangga yang diperkarakan oleh pasal 27 ayat 3 UU ITE oleh RS Omni International pada Agustus 2008? Kita berpikir semua masalah selesai ketika masyarakat bereaksi keras atas keputusan tidak adil tersebut. Tapi ternyata tidak. Karena kita tak pernah menyentuh akar masalahnya.
Termasuk Prita, ada total 25 korban gara-gara pasal 27 ayat 3 UU ITE yang berhasil diidentifikasi. Dari jumlah tersebut, tahun 2013 merupakan tahun paling buruk bagi pengguna internet di Indonesia. Setiap bulan 1 kasus muncul selama 2013. Jumlah ini bisa bertambah karena ada banyak kasus yang tidak muncul di media dan selesai dengan pencabutan isi blog, twitter, FB, status BBM dll.
Yang tampak dari kasus-kasus yang mencuat ini adalah pasal 27 ayat 3 UU ITE lebih banyak digunakan pelapor untuk meredam upaya kritik masyarakat. Pelapornya pun mayoritas orang-orang yang “memiliki kuasa” entah ia politisi, bupati, sampai pejabat tinggi. Lalu kita tentu saja bertanya kepada siapakah sesungguhnya UU ITE berpihak? Kita memang perlu peraturan mengatur soal cyber crime, tata laksana internet di Indonesia, tetapi apakah perlu mengatur soal pencemaran nama di internet? Yang lebih utama lagi, perlukah pencemaran nama dipidana dan mereka yang melakukannya dipenjara?
Hal-hal ini yang perlu segera diubah dalam UU ITE yang katanya akan segera direvisi Kominfo dan DPR pada Prolegnas 2014. Hapus pasal 27 ayat 3 UU ITE dan hilangkan hukuman penjara bagi tindakan pencemaran nama. Hentikan pemenjaraan orang hanya karena ia menyampaikan pendapatnya di media internet/social media.
Peluncuran Petisi oleh Prita Mulyasari lewat change.org/Gara2UUITE adalah langkah pertama untuk mendesak Kominfo mengubah UU ITE lebih melindungi warga Negara dan menghapus pasal represif tersebut untuk selamanya dari UU ITE. Peluncuran ini juga merupakan simbol bahwa masyarakat ingin kehidupan internet yang lebih sehat, lebih demokratis, dan lebih dinamis.
Berikut daftar korban UU ITE:
- Johan Yan. Komentar di Facebook tentang dugaan korupsi Rp 4,7 triliun di Gereja Bethany Surabaya. terancam hukuman penjara enam tahun dan denda Rp 1 miliar.
- Anthon Wahju Pramono. Akibat kirim SMS dengan bahasa yang kasar kepada HM Lukminto, ia dikasuskan dan sudah diproses hukum di Pengadilan Negeri Solo.
- Ade Armando. Dosen FISIP UI, menjadi tersangka karena mengindikasikan adanya korupsi pada Direktur Kemahasiswaan UI.
- Benny Handoko. Men-tweet mengenai tuduhan korupsi kepada @misbakhun mantan anggota DPR dan aktivis di PKS. Sempat ditahan 1 hari, kasus sedang berjalan.
- Budiman. Siswa SMP Negeri Ma’rang, Kab. Pangkep ditahan karena mengkritik Bupati Pangkep, Syamsuddin A Hamid melalui Facebook.
- Mirza Alfath. Dosen Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh (Unimal) Lhokseumawe Aceh dianggap melakukan pelecehan atas syariat Islam atas komentarnya di Facebook.
- Musni Usmar. Mantan Ketua Komite Sekolah SMAN 70 yang juga salah satu dosen di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta menjadi tersangka pencemaran nama baik setelah menulis di blog.
- Alexander Aan. Dipenjara 2,5 tahun dan denda 100 juta rupiah karena dianggap menyebarkan kebencian agama lewat Facebook, Sumatera Barat.
- Muhammad Fajriska Mirza. Men-tweet tentang dugaan suap Jamwas Marwan Effendi. Ancaman 8 tahun penjara.
- Ira Simatupang. Mantan dokter RSUD Tangerang dilaporkan kepolisi atas laporan pencemaran nama baik, divonis 5 bulan penjara.
- Donny Iswandono. Penggerak dan pemimpin redaksi Media Online Nias-Bangkit.com (NBC) dituntut Bupati Nias Selatan Idealisman Dachi terkait pemberitaan kasus korupsi di Nias Selatan.
- Muhammad Arsyad. Aktivis Garda Tipikor ditahan setelah menulis status BlackBerry Messenger (BBM) mengindikasikan korupsi Nurdin Halid.
- Denny Indrayana. Wakil menteri hukum dan HAM, dilaporkan OC Kaligis ke Polda Metro Jaya atas pencemaran nama baik.
- Yenike Venta Resti. Karena status Facebooknya, ia dituntut 1,5 tahun penjara. Diadili di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
- Mustika Tahir. Ketua LSM Pemantau Kinerja Aparatur, ditahan Polisi Sulawesi Selatan atas laporan Andi Khairil Syam (anggota Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Wajo.
- Farhat Abbas. Diperiksa sebagai tersangka karena berkomentar bernada SARA ke Wakil Gubernur DKI Jakarta. Kasusnya sudah dimediasi.
- Rahayu Kandiwati dan Siti Rubaidah. Aktivis perempuan dan korban, dilaporkan Joko Prasetyo, seorang aktivis perempuan, dan Siti Rubaidah karena telah memberikan pernyataan di media massa serta dalam situs change.org.
- Beryl Cholif Arrahman. Mengkritik guru lewat Facebook, sempat dipecat dari SMA Negeri 1 Kecamatan Pakong, Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur. Pemecatan akhirnya dibatalkan, diganti surat tidak mengulangi perbuatan.
- Yunius Koi Asa. Dianggap memfitnah tentang kecurangan pemilihan gubernur dan wakil gubernur NTT melalui Facebook. Dilaporkan ke Polres Belu, oleh Silverius Mau.
- Prita Mulyasari. Menulis email tentang keluhan perlakuan buruk RS Omni Internasional. Sempat ditahan 22 hari. Dinyatakan bebas Februari 2013
- Herman Saksono. Blogger/Programmer di Jogjakarta diperiksa oleh Polisi Jogja setelah memposting foto editan SBY di blog pribadinya.
- Narliswandi Piliang. Karena artikel berita berjudul “Hoyak Tabuik Adaro dan Soekanto” ia dilaporkan Alvin Lie, anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Partai Amanat Nasional. Iwan diperiksa Satuan Cyber Crime Polda Metro Jaya karena dugaan melanggar UU ITE, Pasal 27 ayat 3.
- Erick J Adriansjah. Menyebarkan email berisi informasi pasar yang belum dikonfirmasi, kemudian beredar di mailing-list membuat ia dituntut Bank Indonesia dan Bank Artha Graha. Erick ditahan Unit V Cyber Crime Mabes Polri karena dianggap melanggar UU ITE, Pasal 27 ayat 3 dan Pasal 28 ayat 1 dan diskors dari perusahaannya.
- Nur Arafah/Farah. Pelajar SMA yang lantaran marah karena cemburu memposting cacian di Facebook. Telah menjalani proses pemeriksaan oleh Mapolresta Bogor.
- Harry Nuriman, Moderator milis pekerja tambang, digugat pencemaran nama baik perusahaan melalui milis oleh kuasa hukum PT Sumber Mitra Jaya. Akhirnya dimediasi dan ia melakukan permintaan maaf lewat Harian Kompas dan Bisnis Indonesia
Southeast Asia Freedom of Expression Network/SAFENET