Kasus konflik mantan dekan dan ahli pencucian uang serta mantan Ketua Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK 2019-2023, Dr. Yenti Garnasih berhadapan dengan Bintatar Sinaga yang merupakan senior dan dosennya di Fakultas Hukum Universitas Pakuan (FH Unpak) memasuki babak baru. Pada Rabu, 8 Mei 2024 digelar di Pengadilan Negeri Bogor persidangan atas tersangka Bintatar Sinaga atas dugaan tindak pidana Pasal 315 KUHP pada peristiwa aksi solidaritas 7 Maret 2022.
Kasus berawal dari aksi solidaritas pada 7 Maret 2022 di depan Rektor Universitas Pakuan saat itu, Prof. Bibin Rubini. Aksi itu digelar oleh mahasiswa dan dosen FH Unpak yang memprotes dan mempertanyakan berbagai kebijakan Dr. Yenti Garnasih selaku dekan FH Unpak saat itu yang dinilai dapat mengancam status akreditasi dan tata kelola kelembagaan FH Unpak.
Kebijakan yang dipermasalahkan diantaranya soal rekrutmen dosen tidak sesuai aturan, pengangkatan pejabat struktural tidak sesuai statuta dan kebijakan tata kelola lainnya. Hal ini dituangkan dalam bentuk petisi. Bibin kemudian meminta Yenti untuk memberikan tanggapan tertulis atas petisi tersebut. Namun, tidak ada tanggapan dari Yenti hingga kemudian diberhentikan oleh Bibin dari jabatan dekan.
Namun kemudian, 14 dosen penandatangan petisi dilaporkan ke Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia (Bareskrim Polri) di tahun 2022 dan berujung penetapan Bintatar Sinaga sebagai tersangka di bulan November 2023 dengan sangkaan tindak pidana penghinaan dan atau pencemaran nama baik berdasarkan Pasal 45 ayat (3) Jo Pasal 27 ayat (3) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan/atau Pasal 310 KUHP dan/atau Pasal 311 KUHP dan/atau Pasal 315 KUHP.
Setelah hampir dua tahun kasus ini berkembang, 8 Mei 2024 kasus ini akhirnya disidangkan di Pengadilan Negeri Bogor. Tuntutan yang digunakan adalah tindak pidana ringan dengan penuntut dari Bareskrim dan dikenakan Pasal 315 KUHP berupa tindak pidana ringan pencemaran nama baik. Adapun saksi yang meringankan tersangka yakni Dr. Asmak Ul Husna selaku Dekan FH Unpak yang menjabat saat ini dan Raden Muhammad Mihradi selaku dosen yang turut dalam petisi mengenai kritik atas tata kelola kebijakan kampus semasa jabatan Yenti sebagai dekan.
Terdapat beberapa hal yang menarik dicermati. Pertama, kasus ini sebenarnya bermula dari soal kebebasan berekpresi dan kritik atas tata kelola kampus yang berujung pada penetapan tersangka yang seharusnya diselesaikan di internal kampus. Kedua, semula menggunakan ketentuan UU ITE namun kemudian menggunakan Pasal 315 KUHP yang diklasifikasi sebagai tindak pidana ringan.
Ketiga, setingkat Bareskrim Mabes Polri melakukan penanganan kasus Bintatar yang seharusnya diselesaikan dengan mekanisme restorative justice mengingat berkenaan dengan kebebasan berekspresi yang dijamin oleh UUD 1945 khususnya pada Pasal 28. Keempat, kasus ini menimbulkan kegaduhan di kalangan perguruan tinggi khususnya FH Unpak karena mengganggu proses pembelajaran dan mengancam kebebasan berekspresi sebagai hasil dari reformasi.
Narahubung:
Mihradi (+62 877-7099-0336)
Hafizh (+62 811‑9223‑375)