Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) telah selesai menyelenggarakan kegiatan Indonesian Youth Digital Rights Conference (IYDRC) yang pertama pada 29 Januari hingga 25 Februari 2023 secara virtual. IYDRC merupakan sebuah inisiatif yang diluncurkan oleh SAFEnet untuk meningkatkan pelibatan orang muda dalam pembuatan kebijakan moderasi konten di media sosial. Selama ini, pembuatan kebijakan mengenai moderasi konten hanya diduopoli oleh pemerintah dan platform media sosial.
Padahal, orang muda menjadi salah satu pihak yang paling terdampak oleh kebijakan ini, mengingat mayoritas pengguna media sosial merupakan orang muda. Laporan Statista pada 2020 memotret lanskap pengguna media sosial di Indonesia. Pengguna paling banyak berusia 25-34 tahun dengan persentase 34,4% yang diikuti dengan pengguna berusia 18-24 tahun dengan 30,3%. Artinya, lebih dari separuh pengguna media sosial merupakan orang muda.
Realitas Moderasi Konten
Dari sisi hak asasi manusia (HAM), mekanisme moderasi konten diperlukan guna melindungi hak atas rasa aman, khususnya bagi kelompok-kelompok minoritas dan marjinal. Laporan SAFEnet yang dirilis pada tahun 2022 berjudul Ujaran Kebencian di Ranah Digital: Korban, Pelaku, dan Metode Penanganantelah mengidentifikasi 3 basis ujaran kebencian yang terjadi di Indonesia, yaitu berbasis SARA, difabel, dan gender. Isu SARA yang beririsan dengan politik identitas menunjukkan posisinya yang tinggi untuk ujaran kebencian (62%). Kemudian diikuti oleh ujaran kebencian terkait status sebagai penyandang disabilitas (23%) dan ujaran kebencian terkait gender (15%). Konten-konten tersebut nyatanya masih banyak beredar menghiasi ruang publik di media sosial. Platform media sosial masih kesulitan untuk mengidentifikasi konten mana yang merupakan konten berbahaya dan konten mana yang dapat dilindungi berdasarkan hak atas kebebasan berekspresi sebagaimana diatur dalam hukum internasional.
Meskipun dipandang perlu, namun praktik moderasi konten selama ini nyatanya masih mendapatkan banyak catatan. Salah satunya adalah pembatasan yang berlebihan dan tidak proporsional. Hal ini tercerminkan dalam berbagai produk hukum dan regulasi yang dibuat oleh pemerintah. Di antaranya adalah Pasal 40 ayat 2b Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang memberikan pemerintah wewenang untuk memutus akses terhadap sebuah konten tanpa proses pengadilan. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Sistem Elektronik (Permenkominfo 5/2022) yang merupakan turunan dari Pasal 40 ayat 2b UU ITE itu memperparah disproporsionalitas dalam proses moderasi konten, di mana pemerintah memiliki kuasa untuk meminta platform untuk menghapus sebuah konten yang dianggap ilegal (dengan definisi yang kabur) dalam waktu 1 hari. Pembatasan yang berlebihan ini berpotensi untuk melanggar ekspresi yang sah berdasarkan hukum HAM internasional.
Keterlibatan Orang Muda
Kenyataan bahwa terdapat tarik-menarik antara kebebasan berekspresi dan hak atas rasa aman ini yang kemudian mendorong SAFEnet untuk meluncurkan sebuah program yang bertujuan untuk meningkatkan keterlibatan orang muda dalam pembuatan kebijakan mengenai moderasi konten. Pendaftaran terbuka yang dilakukan oleh SAFEnet kepada orang muda untuk mengikuti kegiatan ini berhasil mengundang 180 pendaftar. Dari total 180 pendaftar tersebut, pelaksana kegiatan menyeleksi hingga akhirnya terpilih 20 orang muda dari Medan sampai Makassar sebagai peserta IYDRC. Para peserta tersebut berasal dari berbagai macam latar belakang, baik mahasiswa, aktivis lingkungan, aktivis hak anak, aktivis perempuan, LGBTIQ+, disabilitas, dan jurnalis.
Rangkaian IYDRC terdiri dari 3 aktivitas utama, yaitu: lokakarya, Joint Statement Forum, dan Audiensi Virtual. Lokakarya dilakukan sebanyak 3 kali mulai dari tanggal 29 Januari hingga 4 Februari 2023. Materi lokakarya pertama bertema “Moderasi Konten dalam Perspektif Hak Asasi Manusia” diisi langsung oleh Direktur Eksekutif SAFEnet, Damar Juniarto. Lokakarya berikutnya diisi oleh Dr. Novi Kurnia, Peneliti Center for Digital Society Universitas Gadjah Mada yang membawakan materi “Moderasi Konten: Komparasi dengan Negara Lain”. Sementara materi terakhir, “Pembuatan Rekomendasi Kebijakan dan Strategi Advokasi”, dibawakan oleh Dosen STHI Jentera, Bivitri Susanti.
Lokakarya sendiri merupakan rangkaian peningkatan kapasitas yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan peserta mengenai moderasi konten dan kemampuan peserta dalam merumuskan rekomendasi kebijakan serta mengadvokasikannya ke pemangku kepentingan terkait. Setelah rangkaian lokakarya tersebut, para peserta mengikuti kegiatan Joint Statement Forum (JSF) yang diselenggarakan pada tanggal 9-11 Februari 2023. Dalam kegiatan JSF, peserta dibagi ke dalam dua kelompok kerja yang masing-masing bertugas untuk merumuskan policy brief ke pemerintah dan ke platform media sosial.
Setelah berdiskusi dan merumuskan policy brief, masing-masing kelompok kerja memilih 1 orang perwakilan sebagai representatif yang akan menyampaikan isi dari policy brief kepada pemangku kepentingan terkait. Penyampaian isi policy brief ini kemudian dilakukan dalam sesi terakhir, yaitu Audiensi Virtual.
Audiensi Virtual diselenggarakan pada tanggal 25 Februari 2023 melalui Zoom Meeting. Pada kegiatan Audiensi Virtual ini, representatif peserta IYDRC, yaitu Richa Shofyana dan Ni Komang Yuko Utami menyampaikan hasil policy brief kepada pemangku kepentingan terkait. Hadir sebagai penerima audiensi ada Bapak Aries Kusdaryono, Plt. Direktur Pengendalian Aplikasi Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. SAFEnet sebelumnya juga telah berupaya untuk menghadirkan Ibu Dessy Sukendar, Policy Programs Manager Meta di Indonesia, namun pada hari pelaksanaan berhalangan untuk hadir.
Sebagai tindak lanjut, policy brief yang telah dirumuskan, disusun, dan disampaikan oleh peserta IYDRC 2023 akan ditindaklanjuti dengan diserahkan kepada pemangku kepentingan terkait. Kegiatan ini memang tidak dapat langsung mengubah kebijakan moderasi konten sehingga dapat berperspektif HAM, namun ruang partisipasi yang dibuka merupakan jalan untuk menciptakan asa bagi pelibatan orang muda dalam pengambilan keputusan ke depannya, terutama yang berkaitan dengan moderasi konten.
Tingginya antusiasme orang muda yang mendaftar dan berperan aktif dalam program ini memperlihatkan bahwa orang muda juga peduli dan memiliki keinginan untuk terlibat dalam perumusan kebijakan maupun praktik moderasi konten yang lebih baik ke depannya. Karena bagaimanapun, sebagaimana yang telah dipaparkan di awal, orang muda menjadi pihak yang paling terdampak dengan kebijakan dan praktik moderasi konten.
Policy brief yang telah dirumuskan dan disusun oleh peserta IYDRC dapat dilihat di sini: