[Rilis Pers] Kedepankan Asas Praduga Tak Bersalah dan Perlindungan Data Pribadi Dalam Pengungkapan Jaringan Saracen

Kedepankan Asas Praduga Tak Bersalah dan Proses Hukum Sebelum Mengumbar Data Pribadi Terduga Sindikat Saracen

SAFEnet mencemaskan diabaikannya asas praduga tak bersalah dalam ranah hukum, sampai diadakannya penyidikan oleh pihak aparat kepolisian, maka pengungkapan data pribadi tersebut dapat dikategorikan sebagai tindakan pelanggaran privasi.

Jakarta, 28 Agustus 2017 – Ujaran kebencian adalah musuh dari kebebasan berekspresi, ia menggerogoti makna kebebasan berekspresi dengan mengedepankan sikap diskriminasi berbasis agama, suku, dan golongan. SAFEnet sudah memberi perhatian pada munculnya ujaran kebencian di media sosial Indonesia sejak maraknya ajakan untuk membenci dan membunuh orang hanya karena ia berbeda suku, agama dan golongan. Sejak 2014 kami memonitor pergerakan ujaran kebencian ini di media sosial Indonesia dan cukup khawatir dengan masih maraknya ujaran kebencian yang disebarkan setiap hari, 24 jam tanpa henti oleh sejumlah akun baik anonim maupun terdaftar.

Belum lama ini sorotan warganet Indonesia pada persoalan ujaran kebencian menguat, sejak Kepolisian Republik Indonesia mengungkap keberadaan kelompok Saracen yang menjalankan bisnis kebencian melalui media sosial. Perhatian besar warganet terutama pada terungkapnya fakta bahwa ada pendana yang membiayai bisnis kebencian ini, dan ada 800.000 akun media sosial yang tergabung dalam kelompok ini di Facebook Page Saracennews (sekarang namanya diubah menjadi NKRI Harga Mati).

Meskipun kepolisian baru mengungkap tiga orang saja dari kelompok tersebut, yakni MFT, SRH dan JAS yang ditangkap secara berturut-turut sejak 3 bulan lalu, warganet berusaha mencari siapa saja sisa anggota kelompok tersebut. Sebelumnya sempat muncul daftar pengurus yang bersumber dari situs Saracen sendiri dan kebenarannya hingga hari ini masih belum bisa dipastikan.

Selain itu, sejak Jumat, 25 Agustus 2017 lalu, muncul informasi dari akun twitter @MustofaNahra yang membeberkan sejumlah akun yang menurutnya adalah anggota jaringan Saracen. Informasi yang dibagikan ini meliputi nama, alamat, nomer KTP, nomer rekening, nomer IMEI, geolocation (penanda lokasi berdasarkan GPS), dan foto-foto yang dipakai untuk menjelaskan siapa di balik akun-akun yang menyebarkan kebencian di media sosial.

Terhadap pengumbaran informasi data pribadi ini, yang motifnya mungkin dimaksudkan untuk kepentingan publik, SAFEnet sebagai jaringan relawan kebebasan berekspresi di Asia Tenggara mencemaskan diabaikannya asas praduga tak bersalah dalam hukum, sampai diadakannya penyidikan oleh pihak aparat kepolisian maka pengungkapan tersebut dapat dikategorikan sebagai tindakan pelanggaran privasi.

Tidak hadirnya proses verifikasi untuk menguji kebenaran informasi yang dibeberkan di media sosial itu akan memicu tindakan main hakim sendiri dan stigma bersalah pada sejumlah nama yang diungkap data pribadinya. Tindakan ini bisa saja mendorong tindakan persekusi yang melanggar sejumlah hak asasi manusia.

Oleh karena itu, SAFEnet menyarankan warganet untuk bijak dan tidak ikut menyebarkan informasi yang telah beredar tersebut dan bersama-sama mendorong pihak yang berwajib yakni Kepolisian Republik Indonesia, Kejaksaan dan hakim di Pengadilan untuk memproses secara hukum segala macam ujaran kebencian, dan memberikan rasa keadilan yang didambakan oleh masyarakat Indonesia yang cinta akan kebenaran.

Jakarta, 28 Agustus 2017